Selasa, 26 November 2024

Ahli Pers Sebut Kumparan Bertanggung Jawab Atas Berita yang Jerat Wartawan Kalsel

Jumat, 17 Juli 2020 22:38

IST

POLITIKAL.ID, BANJARBARU - Wartakan konflik tunorial, wartawan media online di polisikan.

Kasus hukum Pemimpin Redaksi Banjarhits (Partner 1001 Media Kumparan), Diananta Putra Sumedi, memasuki babak baru.

Teranyar, perkaranya kembali digulirkan Pengadilan Negeri Kotabaru (PN) dengan mendatangkan saksi ahli dari Dewan Pers, Wina Armada Sukardi.

Wina hadir sebagai saksi ahli yang didatangkan tim penasihat hukum Diananta dari Kantor Advokat Bujino A Salan via sidang virtual, pada Senin (12/7/2020) tadi.

Ia berupaya membantu meringankan perkara Diananta yang mestinya sedari awal tuntas saja dengan Dewan Pers.

Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim PN Kotabaru, Wina pada intinya ingin menegaskan, kasus ini mestinya tak terjadi kepada Diananta yang hanyalah seorang individu, sekaligus perpanjangan tangan dari Kumparan dengan memakai akun Banjarhits.

“Saya melihat pihak kedua (Diananta) hanya lah perpanjangan tangan pihak pertama, sehingga Diananta tidak bisa melakukan apa-apa tanpa persetujuan pihak pertama, yaitu, Kumparan,” kata Wina.

Dalam membaca perjanjian antara Kumparan dan Diananta, Wina tidak melihat satu pasal pun yang melepaskan tanggung jawab pidana jurnalistik kepada pihak pertama dan ditanggung kepada pihak kedua.

Wina menambahkan jika dilihat dari kerangka perjanjiannya, Diananta sebagai individu hanya pelaksana pihak pertama.

Diananta pun tidak punya kewenangan bahkan diberikan kartu pers dari pihak pertama yang menunjukkan bekerja kepada pihak pertama.

Didalam perjanjian ini, ia merinci pihak pertama sudah menyadari bahwa Diananta bukanlah pihak yang bisa berdiri sendiri karena tidak berbadan hukum, belum memiliki sertifikat kompetensi, tidak ada penanggung jawabnya.

Sehingga sejak pertama pihak Kumparan menyadari bahwa mereka bekerja dengan individu.

"Konsekuensi dari individu ini pertanggung jawabannya ada di Kumparan. Kaitan dengan ini, Dianata adalah afiliasi dari Kumparan dan representatif dari Kumparan," ujarnya.

Wina pun mengingatkan bahwa di dalam UU Pers No 40 Tahun 1999, harus ada penanggung jawab.

"Siapa pun yang melakukan kesalahan di bidang redaksional, apakah itu reporternya, penyiarnya, atau redakturnya, maka yang bertanggung jawab adalah penanggung jawab (lembaga pers/perusahaan pers)," tambahnya.

Dalam amatannya pun, mengacu UU Pers tidak boleh ada pengalihan tanggung jawab karena yang harus bertanggung jawab adalah penanggung jawab dari perusahaan itu sendiri.

Kata Wina, dari awal Kumparan sudah menyadari bahwa pihak kedua adalah individu, bukan perusahaan pers yang berbadan hukum, bukan entitas sama yang sederajat.

Diananta adalah individu yang dipekerjakan yang sejak awal Kumparan sudah menyadari ini.

"(Maka) Kumparan lah yang bertanggung jawab terhadap segala akibat yang muncul dari pemberitaan," pungkasnya.

KRONOLOGI KASUS
Diananta atau Nanta ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di PN Kotabaru sebab beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'.
Konten ini diunggah melalui laman banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.
Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.
Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi.
Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar PPR yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu. PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020. Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah.
Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu banjarhits sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan. Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020.
Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020.

Tag berita:
Berita terkait