POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Ancaman balik dari terlapor yakni, tim paslon nomor 3 disebut-sebut melanggar pasal 10 ayat (1) UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang secara eksplisit menyebutkan bahwa, saksi, korban atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
"Ancaman laporan balik itu justru menciderai hak partisipasi publik dalam upaya menegakkan kehormatan pilkada. Jangan sampai seseorang enggan melapor dugaan pelanggaran, hanya karena diancam dilaporkan balik," ujar pengamat hukum, Herdiansyah Hamzah, Jum'at (6/11/2020).
Lebih lanjut kata Castro sapaannya itu, ancaman gugatan balik dengan alasan pencemaran nama baik itu, salah sasaran.
Semua pihak seharus paham, bahwa yang punya kewenangan untuk menentukan laporan dugaan pelanggaran itu benar atau tidak, adalah Bawaslu.
"Dengan begitu, mestinya percayakan saja ke Bawaslu saja proses hukumnya, bukan malah melaporkan balik sipelapor," imbuhnya.
Lebih lanjut kata dia, kasus ini adalah dugaan pidana pemilihan, yang berarti disebutnya masuk dalam kompetensi bawaslu.
"Jadi seharusnya terlapor tidak perlu menempuh upaya hukum lain," paparnya. (*)