Kamis, 28 Maret 2024

GMNI Kaltim Soroti Lemahnya Penegakan Hukum Terhadap Penambang Ilegal

Sabtu, 22 Mei 2021 3:9

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Menjelang Hari Anti Tambang yang jatuh pada (29/5/2021). Kepemimpinan Irjen Pol Herry Rudolf Nahak, sebagai sebagai Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Kapolda Kaltim) selama hampir sembilan bulan jadi sorotan. Penegakan hukum terkait penyelamatan sumber daya alam terkhusus di pertambangan batu bara disebut masih lemah. Hal ini berakibat pada semakin meluasnya kerusakan di Kalimantan Timur. "Yang pertama, Kapolda Kalimantan Timur tidak mampu berbuat banyak di tengah semakin massifnya tambang ilegal," ujar Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pengorganisiran Dewan Pimpinan Daerah GMNI Kaltim, Antonius Perada Nama, Sabtu (22/5/2021). Ketidakmampuan tersebut tentu patut dipertanyakan, padahal pihak Kepolisian punya struktur sampai tingkat kecamatan bahkan desa yang mustahil tidak diketahui jika terjadi tambang ilegal. Seperti diketahui, dampak yang ditimbulkan dari pertambangan ilegal sangat nyata, selain merugikan keuangan negara sudah tentu dampak lingkungan. Menurut data Jaringan Advokasi Tambang, jumlah tambang ilegal mencapai ratusan di Kaltim. Investigasi Ombusman Republik Indonesia (ORI) misalnya, pada penyelidikannya di 2019 menemukan tambang ilegal di Kutai Kartanegara. Menurut keterangan ORI, kegiatan tambang ilegal ini dilakukan oleh ormas dan pemodal dengan perlindungan oknum. "Tambang ilegal ini bisa kita lihat secara nyata, di daerah Tenggarong Seberang, Marangkayu, Samboja, Jalan Poros Samarinda-Bontang hingga kejadian viral di media sosial saat camat Tenggarong dipukul oleh para penambang ilegal," imbuhnya. Situasi ini semacam memberikan gambaran bahwa penegak hukum melakukan pembiaran atas tindakan ilegal yang terjadi. Yang kedua terkait persoalan lubang tambang yang tersebar hampir tersebar di seluruh wilayah Kaltim juga tak menemui solusi ditangan Irjen Pol Herry Rudolf Nahak. Hingga saat ini mengutip data Jatam ada 1735 lubang tambang yang dibiarkan menganga. Pembiaran lubang tambang tersebut tanpa direklamasi telah menelan 39 nyawa anak tak berdosa. Ditambah proses hukum yang dilayangkan oleh orang tua korban juga tak pernah digubris. Hingga anggaran Reklamasi yang wajib disetorkan oleh perusahaan juga tak tahu kemana arangnya. Yang ketiga, terkait aktivitas pengangkutan batu bara yang memakai jalan umum. Hal ini juga banyak terjadi dan sering dijumpai saat ini. Lemahnya pengawasan penegak hukum juga jadi faktor merajalelanya penggunaan jalan umum untuk mengangkut batu bara. "Pembiaran yang dilakukan telah Pemerintah dan Aparat Kepolisian selama ini telah memberikan dampak. Yang paling dapat dirasakan adalah penyerobotan lahan masyarakat masih sering terjadi, Kerusakan lingkungan yang mengakibatkan banjir semakin parah, tanah air dan udara yang tercemar," pungkasnya. (*)
Tag berita:
Berita terkait