Rabu, 17 April 2024

Polisi Tetapkan 2 Mahasiswa Sebagai Tersangka, Tim Advokasi untuk Demokrasi Ajukan Praperadilan ke PN Samarinda

Jumat, 6 November 2020 15:45

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Buntut ricuhnya unjuk rasa Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat, Polresta Samarinda menetapkan dua mahasiswa yakni, F dan W sebagai tersangka.

FR mahasiswa Polnes Samarinda diduga membawa sajam jenis badik. Sementara W diduga melakukan penganiayaan karena melempar batu dan mengenai seseorang.

Saat ini keduanya masih ditahan di Mapolresta Samarinda diruang isolasi Reskrim, untuk menjalani penyelidikan lebih lanjut.

Sementara tujuh orang lainnya dikabarkan telah dibebaskan dan tiga lainnya masih belum diketahui. Tim advokasi untuk demokrasi yang didalamnya terdiri dari unsur LBH Samarinda dan LBH Persatuan berkomitmen untuk mendampingi mahasiswa hingga tuntas.

Penasihat hukum (ph) Bernad Marbun sedari awal sembilan mahasiswa ditangkap, dirinya mendapat penolakan dan diusir saat ke Polresta Samarinda.

Setelah terus berupaya untuk dapat memberikan pembelaan kepada mahasiswa, akhirnya Bernad sapaannya itu diberikan akses mendampingi mahasiswa.

Dari keterangan FR dalam keterangan berkas berita acara (bap) dirinya ditangkap ketika sedang membantu rekannya saat chaos. Namun dirinya terjatuh dan setelah diamankan petugas. Dari jarak 8 meter dirinya dan sajam. Dengan begitu, bagaimana mungkin FR yang terlibat untuk berunjuk rasa sejak 5 Oktober 2020 lalu dan memiliki tujuan damai, memiliki motif yang dapat menciderai perjuangannya sendiri.

"Kami menolak sangkaan itu. Dan FR mengaku tidak membawa sajam atau tangan kosong sesuai keterangan BAPnya," ujar Bernad saat jumpa media melalui zoom metting.

Sementara itu, saat pria dengan berpakaian tanpa seragam polisi yang diduga intel memegang sajam dan berteriak menemukan badik. Melihat ada semacam provokasi dari oknum FR membawa sajam, munculah dugaan senjata khas tradisional warga itu milik FR.

"Kemungkinan besar FR dijebak," terang mantan kader GMNI Kota Samarinda itu.

Dengan adanya keganjilan tersebut, tim advokasi untuk demokrasi segera meminta Pengadilan Negeri (PN) Samarinda untuk memeriksa dan memutuskan tentang sah dan tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan.

"Kami akan mempraperadilankan penetapan FR sebagai tersangka ke PN," ujar Bernad lagi.

Lebih lanjut kata Alumnus Hukum, Unmul itu, dirinya juga membuka posko pengaduan terhadap mahasiswa yang mendapat represi dari aparat kepolisian saat mengikuti demonstrasi.

"Posko pengaduan ini untuk membela korban kekerasan polisi, saat aksi unjuk rasa menuntut dicabutnya Omnibuslaw UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020," paparnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum WJ, dari LBH Persatuan, Indra Russu mengatakan hal yang sama, menurutnya dugaan WJ melakukan tindakan penganiayaan terhadap seseorang dengan melempar batu adalah bentuk spontanitas karena semprotan water canon.

WJ dalam berkas perkara diduga melakukan penganiayan dengan menggunakan batu yakni dengan cara melemparnya sehingga mahasiswa Fisip, Unmul tersebut ditetapkan menjadi tersangka.

Namun menurut Indra, dalam keterangan WJ dalam salinan BAP yang diterimanya itu menjadi pertanyaan adalah ekpresi yang dilakukannya adalah bentuk spontanitas dari seluruh massa aksi.

Dirinya memberikan catatan, bahwa ada banyak yang melakukan reaksi tersebut namun mengapa hanya satu orang saja.

"Posisi WJ seolah pelaku yang bertanggung jawab atas korban yang sampai saat ini belum jelas siapa. Jadi kami turut menempuh mekanisme praperadilan," jelasnya.

Sementara itu, LBH Samarinda Fathur memberikan dorongan moril kepada mahasiswa, buruh dan petani
janganlah patah semangat, karena yang di lawan adalah oligarki dan tindakan bar - bar dilakukan DPRD dan pemerintah.

"Tetap semangat untuk kawan-kawan yang berjuang, dan kepada kapolresta Samarinda, tindak anggotanya yang berlaku biadab terhadap mahasiswa yang berjuang menyelamatkan bangsa, negara, keluarga dan rekan rekannya," jelas Fathur. ( Redaksi Politikal - 001 )

Tag berita:
Berita terkait