Jumat, 19 April 2024

Satu Tahanan Omnibuslaw Samarinda Vonis 6 Bulan, Firman Menerima dan Bebas Murni

Kamis, 6 Mei 2021 2:59

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Firman Rhamadan, terdakwa perkara dugaan membawa senjata tajam (Sajam) saat aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law atau Cipta Kerja (Ciptaker), dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Rabu (5/5/2021) kemarin. Hari ini, Jum'at (6/5/2021) Firman menghirup udara bebas setelah mendapat keterangan dari kejaksaan. Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Edy Toto Purba yang didampingi Agus Raharjo dan Hasrawati Yunus sebagai hakim anggota, menjatuhkan hukuman enam bulan kurungan penjara kepada mahasiswa tersebut. Disampaikan dalam amar putusan yang dibacakan Edi Totok, pemuda 23 tahun itu diduga kedapatan membawa Sajam pada aksi unjuk rasa berujung ricuh, 5 November 2020 silam. Disebutkannya, aksi demonstrasi yang awalnya berjalan damai mendadak ricuh ketika waktu memasuki pukul 17.30 WITA. Kala itu telah terjadi gesekan antara aparat kepolisian yang sedang bertugas jaga, dengan massa aksi. Massa memaksa untuk masuk ke dalam halaman DPRD Kaltim yang sedang dijaga ketat petugas. Gerbang setinggi empat meter yang sedari tertutup rapat, berusaha dirobohkan massa aksi. Hingga akhirnya aparat kepolisian terpaksa menembakkan air dari mobil water canon. Massa tak begitu saja menyerah. Segala cara dilakukan, agar dapat memasuki areal kantor dewan di Karang Paci itu. Gerbang setinggi empat meter itu terbuka dan nyaris roboh. Polisi kemudian mengambil tindakan tegas dengan menembakkan gas air mata ke udara. Akibatnya, massa berhamburan. Di sisi lain, polisi berpakaian sipil langsung bertugas untuk meringkus satu persatu peserta aksi yang dianggap bertindak anarkis. Di tempat terpisah, Firman bersama lima rekannya tergerak untuk maju. Berusaha menyelamatkan sejumlah rekannya yang sudah tertangkap petugas kepolisian. Tanpa disadari, dari arah belakang, Firman langsung ikut disergap petugas bernama Reno. Firman yang ditangkap dengan cara dipiting, sempat melakukan perlawanan. Saat itulah polisi berpakaian sipil tersebut mengaku telah mendapatkan Sajam jenis badik tergelak di atas tanah. Yang kemudian diduga merupakan milik Firman. Atas kejadian itu, Firman kemudian ditahan. Firman dikenakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951, atas dugaan kepemilikan Sajam. Setelah mengikuti serangkaian agenda persidangan, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili akhirnya bermufakat dan menjatuhkan vonis kepada terdakwa. “Dengan ini menjatuhkan hukuman pidana 6 bulan kurungan penjara dengan potongan hukuman selama masa tahanan terdakwa,” ucap Edi Totok ketika membacakan amar putusannya. Dalam menjatuhkan hukumannya kepada terdakwa, diketahui terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat antara anggota majelis hakim. Diketahui, anggota majelis hakim Hasrawati Yunus, memiliki pendapat tersendiri atas perkara yang menjerat Firman. Singkat kata, Hasrawati Yunus berpendapat ketiga saksi dari kepolisian yang sebelumnya dihadirkan dalam persidangan. Tak mampu meyakinkan dan memastikan, bahwa barang bukti Sajam yang didapati di lokasi kejadian merupakan kepunyaan Firman. “Maka terjadi dissenting opinion. Yang berpendapat, bahwa terdakwa seharusnya dibebaskan sebagai tahanan,” imbuh Edi Totok membacakan amar putusan. Kendati telah meyakini Firman tak bersalah, namun vonis bersalah tetap tak bisa terhindarkan kepada Firman. Pasalnya Majelis Hakim Edy Toto Purba dan Agus Raharjo meyakini, Firman benar-benar terbukti bersalah. Putusan itu diambil dari keterangan yang disampaikan di dalam BAP dari ketiga saksi kepolisian. “Serta memerintahkan agar barang bukti berupa Sajam untuk dimusnahkan,” terangnya. Usai menjatuhkan vonis, Edi Totok Purba kemudian memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk memilih tiga pilihan atas putusan tersebut. “Atas putusan ini, terdakwa memilih terima, pikir atau banding,” tanya Ketua Majelis Hakim tersebut. “Terima, Yang Mulia,” singkat Firman melalui sambungan virtual. Pilihan serupa turut diambil Jaksa Penuntut Umum Melati dari Kejaksaan Negeri Samarinda. “Dengan ini perkara dinyatakan selesai dan ditutup,” pungkas Edi Totok Purba sembari mengetuk palu persidangan. Dikonfirmasi Kuasa Hukum Firman, Bernard Marbun menyayangkan terjadinya dissenting opinion antara majelis hakim. Kendati kliennya telah memilih untuk terima putusan tersebut, namun ia tetap beranggapan bahwa terpidana Firman tidak bersalah. “Terjadi sebuah silang pendapat antara tiga majelis itu, ada yang tidak sependapat dengan pertimbangan hukum. Makanya di dalam amar putusan ada terjadi second opinion dari majelis bernama Bu Yunus yang beranggapan sesuai fakta persidangan,” ungkap Bernard. Dia mengapresiasi pendapat hukum dari anggota majelis hakim Hasrawati Yunus, yang menyatakan Firman tidaklah bersalah dalam kasus kepemilikan Sajam. “Ketiga saksi itu tidak bisa memastikan bahwa Sajam itu milik Firman. Itu yang menjadi pertimbangan Bu Hasrawati bahwa Firman seharusnya dibebaskan,” ungkap Bernard. “Setiap pemeriksaan saksi, sudah jelas-jelas saksi polisi ini memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan di BAP. Di saat terjadi ambigu, Ketua Majelis Hakim malah selalu menawarkan untuk tetap sesuai keterangan di dalam BAP. Kalau diarahkan seperti itu, tentu saksi akan kembali kepada BAP,” jelasnya. “Yang saya herankan adalah, kenapa hakim ini masih kekeh dengan BAP. Yang semestinya kita berpacu pada fakta persidangan. Jadi seharusnya, jelas-jelas bebas ini Firman. Hanya saja Bu Hasrawati Yunus kalah suara dengan dua hakim lain,” sambungnya. Bernard mengaku, bahwa sempat terjadi dilema untuk memilih atas putusan majelis hakim. Lantaran masa tahanan Firman yang sudah berjalan enam bulan. Bernard mengatakan, setelah inkrahnya status hukum ini, Firman akan bebas dari tahanannya. “Kita dilema, mau banding cuman masa tahanan terdakwa sudah enam bulan. Apabila memilih terima, Firman bisa bebas dengan potongan masa tahanan. Jadi klien kami memilih terima,” tandasnya. “Tetapi ini sudah mencederai pengadilan itu sendiri. Bahwa pengadilan seharusnya tempat untuk mengadili seadil-adilnya, hari ini dicederai karena telah menghukum orang yang secara nyata-nyata tidak melakukan tindak pidana,” pungkasnya. (*)
Tag berita:
Berita terkait