Senin, 29 April 2024

Camat Sungai Pinang Sebut Warung Iga Bakar Sunaryo Abaikan Peraturan

Sabtu, 27 Agustus 2022 20:37

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Camat Sungai Pinang Nurhasanah berkomentar terkait ramainya polemik netizen tentang keberadaan warung Iga Bakar Sunaryo Jalan Ahmad Yani Samarinda Jum’at (26/8/2022) kemarin. Kepada awak media, Nurhasanah menuturkan warung Iga Bakar Sunaryo adalah usaha yang dibangun beberapa kalangan muda sejak 2020 lalu. Dari awal beroperasi, kata Nurhasanah warung Iga Bakar Sunaryo bahkan kerap mengabaikan peraturan. “Saat mereka buka itukan kita sedang parah-parahnya sebaran Covid-19. Bahkan Samarinda saat itu dalam status pembatasan ketat, PPKM level III sampai level IV,” ucap Nurhasanah memulai ceritanya saat dihubungi hari Sabtu (27/8/2022). Ketika Samarinda berstatus PPKM Level III dan IV, lanjut Nurhasanah, pembatasan kegiatan tentu menjadi hal yang wajib dilakukan. Tak hanya kegiatan kemasyarakatan, aturan waktu operasional para pedagangan dan pengusaha. “Waktu itu kan kafe, rumah makan dan semuanya dibatasi. Buka dari jam 5 sore dan tutup jam 9 malam. Kemudian tidak boleh makan ditempat. Dari situ aja, warung iga bakar ini sudah buka selama 24 jam,” ungkapnya. Waktu operasional Iga Bakar Sunaryo saat itu pun jelas sudah menyalahi aturan. Terlebih para pengunjung masih bisa dipersilahkan makan ditempat dengan minimnya pengaturan batas jarak antar meja pengunjung. Dari tahun pertamanya, warung Iga Bakar Sunaryo jelas menjadi sorotan petugas yang tergabung dalam Satgas Covid-19 tingkat Kecamatan Sungai Pinang. Sejak saat itu, Iga Bakar Sunaryo kerap mendapat teguran dari aparat terkait. Bahkan disebutkan, warung Iga Bakar Sunaryo pun sempat diminta tutup petugas kepolisian setempat lantaran selalu tak mengindahkan teguran petugas, khususnya terkait pemberlakuan PPKM ketika pandemi Covid-19. “Bahkan itu kapolsek (Sungai Pinang) yang menegur langsung. Karena mereka jualan 24 jam. Bahkan kami pernah meminta untuk dibongkar. Karena juga dari sisi sudut pemandangan juga tendanya (kumuh) sangat berbeda kalau sekarang karena sudah banyak pembenahan,” bebernya. Kendati selalu mendapat teguran dari petugas sekitar, rupanya hal itu tak menyurutkan para pemilik warung Iga Bakar Sunaryo untuk terus beroperasi selama 24 jam per harinya. Seiring berjalannya waktu, perlahan pandemi Covid-19 pun mulai mereda. Teguran dan pengawasan Satgas Covid-19 pun mulai dikurangi dengan tujuan untuk kembali menumbuhkan gairah ekonomi kerakyatan yang kerap ditertibkan sejak 2020 kemarin. “Tapi seiring berjalannya waktu pandemi mulai mereda, akhirnya kami biarkan. Karena disisi lain juga untuk menumbuhkan ekonomi kerakyatannya itu,” imbuh Nurhasanah. Setelah waktu berlalu dan perlahan gairah ekonomi kerakayatan kembali menguat pasca gempuran dahsyat pandemi Covid-19, polemik warung Iga Bakar Sunaryo juga berkembang ke arah lainnya. Yakni terkait renovasi tenda, limbah operasional warung dan tentang estetika ruang tata kota. “Sekarang ini kan mereka sudah pakai tenda permanen, terus disamping mereka itu ada sate taichan lagi. Dan yang memperparah pada awal Agustus tadi, mereka (Iga Bakar Sunaryo) memasang tandon besar di depannya. Jadi bermula dari itu lagi,” ulas Nurhasanah memulai awal duduk perkara viralnya Iga Bakar Sunaryo. Perkembangan Iga Bakar Sunaryo yang semakin pesat kala itu kembali menyorot perhatian perangkat kecamatan setempat. “Kemudian saya minta sama Kasi saya bersama lurah untuk mengecek langsung ke sana (Iga Bakar Sunaryo). Waktu itu Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga ikut. Dan (hasil pantauan) di bawah tandon itu jorok banget karena juga ada pembuangan-pembuangan limbahnya langsung ke parit di depannya,” kata Nurhasanah. Selain kebersihan, tandon berkapasitas 1.200 liter itu tentunya juga dinilai semakin memperburuk pemandangan ruang tata kota, apalagi lokasi niaga Iga Bakar Sunaryo yang berada di persimpangan jalan protokol. Sebagai perangkat daerah di tingkat kecamatan, Nurhasanah tentu berkewajiban memberi surat teguran kepada pemiliki warung Iga Bakar Sunaryo yang selama dua tahun beroperasi kerap mengabaikan larangan dan peraturan yang berlaku. “Begitulah semua kronologisnya. Tapi sekarangkan surat (teguran) kelurahan dan kecamatan di print besar-besar, kemudian dipermasalahkan soal stempel terbaliknya. Kalau itu kan menurut saya manusiawi saja. Itu bukan masalah utamanya. Seharusnya yang jadi masalah itu tempa usahamu di mana, buangan limbah mu ke mana, apalagi sekarang informasinya juga ada permasalahan perpajakannya,” imbau Nurhasanah. (*)
Tag berita:
Berita terkait