Sabtu, 4 Mei 2024

Advertorial DPRD Kaltim

DPRD Kaltim Turun Tangan Soal Sengketa Lahan antara Perusahaan dengan Masyarakat Desa Sebuntal

Jumat, 24 November 2023 17:0

BERBICARA - Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu. (Istimewa)

POLITIKAL.ID - Sengketa ganti rugi tanam tumbuh antara warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) kembali bergulir.
 
DPRD Kaltim melalui Komisi I telah melakukan upaya guna menyelesaikan persoalan itu.
 
Dijelaskan Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu, Sengketa ganti rugi tanam tumbuh tersebut sudah berlangsung sejak 2008
 
Pihak ahli waris yang diwakili Akbar mengklaim punya 22 surat tanah dengan seluas 44 hektar yang belum pernah dibayar tanam tumbuhnya oleh PT MSJ
 
Namun Pihak PT MSJ, ucapnya, menolak pembayaran ganti rugi tanam tumbuh dengan alasan tidak ada tanam tumbuh di lahan tersebut yang merujuk pada hasil pembentukan tim dari pemerintah kabupaten setempat.
 
"Untuk menyelesaikan sengketa itu, Komisi I DPRD Kaltim mengusulkan jalan tengah yaitu menggunakan citra satelit berbayar yang dikelola Balai Pemantauan dan Konservasi Hutan (BPKH) dan Pemetaan Kawasan Hutan," ucapnya.
 
Menurut Baharuddin, Citra satelit itu akan menunjukkan apakah lahan yang dipersengketakan itu ada tanam tumbuh atau tidak pada 2008.
 
Komisi I DPRD Kaltim juga akan berkoordinasi dengan Balai Pemantauan Kehutanan dan Pemetaan Kawasan Hutan untuk membuat jadwal pengecekan di lapangan.
 
Kedua belah pihak juga akan dipanggil untuk menyaksikan hasil pengecekan tersebut.
 
Demmu berharap pihak masyarakat dan PT MSJ bisa segera menemukan titik temu untuk menyelesaikan persoalan ganti rugi tanam tumbuh itu sehingga tidak memicu konflik yang lebih luas.
 
"Apapun hasilnya, kedua belah pihak harus menerima. Itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Kami berharap sengketa itu bisa segera diselesaikan dengan baik," harapnya.
 
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan sengketa lahan antara masyarakat dengan perusahaan sering kali terjadi karena ketidakjelasan status lahan, perbedaan persepsi, atau kesalahan administrasi.

Hal itu akan menimbulkan konflik sosial yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan.

"Kami mengimbau agar masyarakat dan perusahaan dapat saling menghargai dan bekerja sama dalam pengelolaan lahan. Jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan atau diintimidasi oleh pihak lain," pungkasnya. (Advetorial)

Tag berita: