Sabtu, 27 April 2024

Dukung Kemendikbudristek RI, Jaringan Muda Setara Luncurkan Kanal Cerita Permen PPKS

Senin, 21 Maret 2022 17:4

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Sejak hadirnya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (Permen PPKS) 6 bulan yang lalu, perjuangan melawan kekerasan seksual di kampus telah memasuki babak baru. Berbagai elemen mahasiswa berupaya agar Permen PPKS dapat terimplementasi di masing-masing kampus. Adapun situasi kampus yang kami temukan dalam perjalanan mendorong kampus untuk segera mengimplementasikan Permen PPKS ini di antaranya adalah banyak kampus yang masih sangat tertinggal dalam proses implementasi Permen PPKS (belum ada proses pembentukan panitia seleksi (Pansel) dan satuan tugas (Satgas) PPKS. "Belum ada upaya untuk menyusun peraturan anti kekerasan seksual tingkat kampus, belum ada sosialisasi pencegahan kekerasan seksual atau pun pembuatan tanda peringatan larangan kekerasan seksual di kampus, dan sebagainya," kata Eva Nurcahyani dari Jaringan Muda Setara. Selain itu pula, beberapa kampus sudah mulai berupaya untuk mengimplementasikan Permen PPKS ini dengan beberapa modifikasi, contohnya kampus yang sudah memiliki crisis center sebelum terbitnya Permen PPKS, kemudian menyesuaikan crisis center menjadi satgas PPKS tanpa melalui mekanisme Permen PPKS, adanya proses pembentukan Satgas PPKS yang tidak mengikuti mekanisme Permen PPKS, tidak adanya upaya untuk melibatkan partisipasi mahasiswa dalam proses pembentukan Pansel dan Satgas PPKS. "Proses pengimplementasian Permen PPKS menjadi tertahan di birokrasi kampus yang tidak memiliki perspektif keberpihakan pada korban, sehingga penerapannya menjadi nihil di lingkungan kampus," Eva sapaannya. Lanjut dia, masih ada wacana untuk merevisi Permen PPKS di kalangan birokrat kampus. Hal ini terjadi akibat masifnya berbagai narasi miskonsepsi mengenai Permen PPKS dari kelompok intoleran yang kemudian diinternalisasi. Padahal, Permen PPKS justru merupakan salah satu jawaban atas kekosongan hukum mengenai perlindungan korban kekerasan seksual di kampus. Selain itu, Permen PPKS juga lahir untuk merespons situasi kekerasan seksual di kampus yang semakin intens terjadi dan seringkali mendiskriminasi korban dalam proses penyelesaiannya. Bahkan beberapa birokrat kampus masih beranggapan bahwa isu kekerasan seksual bukanlah isu prioritas kampus. Hal ini merupakan tanda bahaya, karena birokrat kampus merupakan salah satu aktor dalam proses mewujudkan kampus aman dan bebas kekerasan seksual. "Birokrat kampus yang tidak memiliki perspektif korban dan tidak responsif terhadap situasi darurat kekerasan seksual dapat membuat proses implementasi Permen PPKS menjadi terhambat," bebernya. Salah satunya karena kesadaran yang minim di tingkat birokrat kampus mempersulit terjalinnya sinergi antara berbagai elemen kampus seperti dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan kampus aman dan bebas kekerasan seksual. Dari situasi tersebut mengindikasikan bagaimana kampus belum mengedepankan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam proses pengimplementasian Permen PPKS. Padahal pelibatan seluruh elemen kampus terutama kelompok mahasiswa yang terdampak langsung atau memiliki perhatian terhadap Permen PPKS, merupakan kunci bagi keberhasilan implementasi Permen PPKS. Seharusnya, pihak kampus turut mendengar dan mempertimbangkan pendapat orang muda yang bergerak melawan kekerasan seksual di kampus agar pengimplementasian Permen PPKS berjalan optimal dan dapat memberikan keadilan untuk korban. "Penghapusan kekerasan seksual tak sekedar membahas perihal moral, melainkan mengutuk keras pelecehan terhadap korban sebagai manusia yang memiliki martabat. Aduan kasus kekerasan seksual yang dialami mahasiswa di berbagai kampus harus ditanggapi dengan serius. Kekerasan seksual yang semakin marak terjadi tidak boleh dibiarkan hanya karena kendala administrasi pada birokrasi," tambahnya. Di tengah banyaknya kasus kekerasan seksual di kampus, Permen PPKS pun menjadi hal yang sangat penting dan menjadi kebutuhan civitas akademika untuk menghapuskan kekerasan seksual di kampus. Namun, keberadaan Permen PPKS harus didukung dengan upaya yang mendorong percepatan pengimplementasiannya. "Maka dari itu, Jaringan Muda Setara mendukung KEMENDIKBUDRISTEK RI untuk terus melakukan sosialisasi Permen PPKS seluas-luasnya, serta menjalankan fungsi Pemantauan dan Evaluasi (BAB VIII Permen PPKS) agar birokrasi kampus, mahasiswa, dan seluruh warga kampus memahami pentingnya perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual bagi setiap warga negara," jelasnya. Menurutnya lagi, proses pembentukan Satgas PPKS di tiap kampus dapat segera terwujud dan tidak ada lagi kendala birokratis dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Sebagai bentuk dukungan sekaligus upaya dalam memastikan pengimplementasian Permen PPKS serta menghidupkan politik anti kekerasan seksual di setiap kampus, Jaringan Muda Setara meluncurkan Kanal Cerita Permen PPKS. "Melalui kanal ini, kami mengajak teman-teman mahasiswa untuk menceritakan perkembangan implementasi Permen PPKS di kampusnya. Cerita-cerita kampus yang masuk akan kami update setiap 2 minggu sebagai upaya mengawal ketat proses implementasi Permen PPKS di kampus masing-masing," harapnya. "Mari memperkuat jejaring nasional orang muda pendukung kesetaraan dalam mengawal implementasi Permen PPKS untuk mewujudkan kampus setara, aman dan bebas kekerasan seksual," sambungnya. Rekan - rekan dapat mengirimkan ceritanya melalui surel ke yangmudayangmelawan@gmail.com dengan format Subject: Cerita Permen PPKS - Nama Kampus. Apabila terdapat pertanyaan mengenai Kanal Cerita Permen PPKS, sila menghubungi narahubung wilayah berikut: Bandung: 082128409975, Cirebon: 081220820226, Banten: 086813540710, Tangerang: 08118170798, Makassar: 087858452258, Samarinda : 083140849386, Jakarta: 082292282338. Adapun kota yang belum tercantum di atas, dapat menghubungi : 085774790987 Narasumber: 1. Eva Nurcahyani - Jaringan Muda Setara 2. Monalisa (DaraLead - Universitas Mulawarman Samarinda) 3. Aneu Damayanti (GERPUAN UNJ - Universitas Negeri Jakarta) 4. Arinda Widyani Putri (Komite Anti KS UNHAS - Universitas Hasanuddin Makassar) 5. Renie Aryandani (BEM STHI Jentera) 6. Sheila Rotsati Jasmine (GREAT - Universitas Pendidikan Indonesia Bandung) 7. Puja Monica Rahayu (GerakPuan UGJ - Universitas Swadaya Gunung Jati) 8. Tasya Daro Syifa (BEM Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta) 9. Yuli Eka Safitri (LSF - Universitas Muhammadiyah Tangerang) 10. Anggun Tresnaning Tias (UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten) 11. Shella Syifa Purnama (UIN Sunan Gunung Djati Bandung) 12. Feby Nur Evitasari (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 13. Mikaela Rafagabriola - BEM Universitas Indonesia 14. Hany Fatihah Ahmad (LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). (*)
Tag berita:
Berita terkait