Sabtu, 4 Mei 2024

Hari Pahlawan Nasional, Celni Prita Sari Harap Segenap Anak Bangsa Lanjutkan Cita - Cita Para Pejuang

Rabu, 10 November 2021 7:26

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Pertempuran semesta Pemuda - Pemudi Kota Surabaya, Jatim 10 November 1945 menjadi tonggak peringatan Hari Pahlawan Nasional. Presiden IR Sukarno pada tahun 1946, menetapkan setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan dan selalu diperingati hingga saat ini. Terkait momentum bersejarah itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Celni Pita Sari mengajak seluruh masyarakat untuk mengingat kembali jasa-jasa para pahlawan yang telah gugur. "Tentu kita tidak boleh melupakan jasa para pahlawan kita. Cara menyikapi bentuk perjuangan hari ini yang patut kita lanjutkan," ucap Celni sapaannya kepada awak media, Rabu (10/11/2021). Politisi partai Nasdem itu mendorong agar generasi muda mampu mengambil peran dalam kemajuan zaman, tanpa mengesampingkan semangat kemerdekaan. "Apalagi kita dalam waktu dekat akan menjadi kota penyangga IKN. Generasi muda harus menunjukkan dirinya mampu bersaing, khususnya di Kaltim," ungkapnya. Untuk mencapai hal itu, Celni yang dekat dengan kelompok-kelompok pemuda menginginkan adanya motivasi lebih yang tentu juga harus didukung dengan adanya peran pemerintah. "Kita harus banyak mengupgrade diri baik dari skil, pendidikan maupun kinerja kita agar kita dapat menjadi pemuda yang bermanfaat," imbaunya. Ditanya terkait pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh Kaltim, Sultan Aji Muhammad Idris, Celni mengungkapkan rasa bangganya. Ia menyebut, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh Kaltim itu dapat menjadi pelecut semangat agar masyarakat bisa berbuat lebih banyak lagi untuk Kota Samarinda. "Kita tentu sangat berbangga, akhirnya Kaltim punya pahlawan yang diakui secara nasional. Mudah-mudahan tidak menyurutkan semangat pemuda untuk selalu berbuat. Sehingga kita bisa menjadi pahlawan selanjutnya di generasi yang akan datang," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Sejarah perlawanan rakyat pasca proklamasi 17 Agustus 1945 itu lantaran Belanda yang diboncengi Inggris atau tentara sekutu, ingin kembali menancapkan pengaruhnya di Indonesia dengan dalih melucuti sisa kekuatan Jepang. Selain itu, bentrokan kaum muda - mudi itu dipicu arogansi negara pemenang perang dunia kedua, yang ingin melucuti persenjataan para pejuang BKR - Milisi Bersenjata Indonesia dari hasil rampasan senjata Tentara Kerajaan Jepang atas nama menjaga perdamaian. Akibat pertempuran kota hingga ke desa - desa itu banyak banyak korban jiwa dari pejuang Indonesia dan warga sipil akibat kebrutalan tentara gabungan dibawah operasi agresi NICA itu. Pada akhirnya pengorbanan putra dan putri terbaik Indonesia itu diakui dunia. Bahwa, Indonesia benar - benar ingin terlepas dari penjajahan dengan slogannya, Merdeka atau Mati. Duniapun mengakui eksistensi negara Indonesia dan penarikan pasukan sekutu, perlahan dilakukan hingga tahun 1949, dengan berbagai perjanjian mulai dari perundingan Cirebon (Linggarjati) 1946, lalu kembali berperang dan berunding lagi lewat Perjanjian Renville 1947 lalu perjanjian Roem - Roijen 1949 dan kesepakatan di konfrensi meja bundar 1949. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia (1993) mencatat, dampak dari peristiwa yang hampir membumihanguskan kota Surabaya ini menewaskan setidaknya 6.000-16.000 orang dari pihak Indonesia. Sedangkan korban tewas dari pasukan Sekutu kira-kira sejumlah 600-2.000 orang. Tak hanya itu. Menurut Stanley Woodburn Kirby dalam The War Against Japan (1965), tidak kurang dari 200.000 orang yang terdiri dari rakyat sipil terpaksa mengungsi dari Surabaya ke daerah-daerah yang lebih aman akibat pecahnya pertempuran tersebut. (Adv/*)
Tag berita:
Berita terkait