Sabtu, 20 April 2024

Bangsawan Kutai Keturunan Arab di Pusaran Gestok 1965 di Kaltim

Jumat, 1 Oktober 2021 10:25

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Sebuah cacatan sejarah kelam tahun 1965 di Samarinda. Pergolakan politik masyarakat Indonesia pada tahun 1965 telah menumbalkan saudara kandungnya sendiri Pemimpin operasi penumpasan kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI) Alm. Purnawirawan TNI, Sarwo Edi menyebut secara terbuka kala itu, sebanyak 3 juta jiwa nyawa dihilangkan dalam kurun waktu satu tahun pasca Gestok/September 1965. Masyarakat dunia menyebutnya sebagai Genosida yang tersistematis, terstruktur dan masif lantaran eksekusi orang - orang yang diangap eksekusi terhadap simpatisan PKI tidak melalui proses pengadilan. Tahun 1965 merupakan sebuah sejarah kelam bagi Indonesia, dimana pada tahun tersebut sebagian besar wilayah Indonesia terjadi gesekan. Tak terkecuali di Samarinda, Kalimantan Timur. Ada sebuah tugu yang berdiri, di Sungai Pinang dengan lambang alat pertukangan dan pertanian yang menjadi salah satu lambang partai politik, dihancurkan masyarakat setempat. Massa yang emosi melampiaskan amarahnya ketika mendapatkan kabar diduga merupakan tempat para orang-orang yang tidak beragama dan anti Tuhan. Bahkan partai tersebut, dituding sebagai dalang dari pembunuhan sadis para 6 Jendral, dan 1 Perwira, tanggal 1 Oktober 1965 ditemukan di lubang buaya. Di Samarinda, cabang PKI pernah berdiri dengan seorang pemimpinnya keturunan Arab sekaligus bangsawan di Kutai Kertanegara bernama Sayid Fachrul Baraqbah. Pada tahun 1945–1949, Sayid Fachrul bergabung dalam Laskar Gerilyawan Pejuang Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI). Ketika terjadi pertempuran Sanga-Sanga, dirinya juga berkoordinasi dengan gerilyawan Samarinda. Pada saat para pasukan Indonesia menyingkir ke pedalaman, Sayid Fachrul menyingkir ke kota Surabaya, Jawa Timur menggunakan perahu. Tahun 1948 di Jawa Timur terjadi peristiwa Madiun, saat itu Fachrul bergabung dalam Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang dipimpin oleh Amir Syarifuddin. Di situlah dia mulai berkenalan dengan yang dinamakan PKI, walaupun sebenarnya dia tidak memahami mendalam terhadap ideologi PKI. Secara nasional PKI berhasil dihidupkan Kembali DN Aidit, Fachrul pun kembali ke Samarinda dan mendirikan PKI Committee Daerah Besar (CDB) Kalimantan Timur. Mulanya ia sebagai sekretaris, sebelum menduduki jabatan ketua. “Tahun 1955 PKI untuk tingkat nasional atau legislatif DPR-RI, dapat mengutus satu kursi. Saat itu Provinsi Kaltim belum berdiri. Saat provinsi Kaltim berdiri tahun 1957, di tahun 1958 ada pemilihan lokal untuk memilih DPRD dan di situ PKI dapat 3 kursi. Suara PKI urutan keempat di Kaltim. Fachrul juga mendapatkan posisi Wakil Ketua DPRD,” ucap Sejarawan, Muhammad Sarip saat ditemui awak media, Rabu (29/9/2021). Saat itu, kekuatan utama PKI di Kaltim adalah kaum buruh minyak. PKI juga mendirikan sebuah organisasi sayap yakni, Persatuan Buruh Minyak (Perbum). Di situ posisi PKI sangat kuat karena kedatangan panglima Daerah Militer IX Mulawarman, yaitu Kolonel Soehario Padmodiwirio atau yang disapa Hario Kecik. “Soehario ditunjuk sebagai Pimpinan Front Nasional yang merupakan sebuah lembaga yang dibentuk pada tahun 1961 oleh Presiden Sukarno,” jelas Sarip sapaannya. Fachrul pun membawa nama PKI Kaltim, pasalnya Soehario kala itu disebut bersimpati kepada PKI. Kemudian, Front Nasional makin beraroma komunis tatkala Nyonya Sutijo dinobatkan sebagai wakil sekretaris. Sutijo merupakan pimpinan provinsi organisasi perempuan yang mempunyai hubungan dengan PKI Gerwani. Hal ini juga yang membuat koalisi buruh di Front Nasional terbelah. Bahkan PKI dianggap selalu menyudutkan buruh-buruh muslim. Kendati itu, pengaruh Front Nasional Bersama PKI dan Perbum sangatlah kuat di Balikpapan. Mereka bergerak pada tahun 1961 berawal dari Indonesia yang saat itu memutus hubungan diplomatik dengan Belanda lantaran perebutan Irian Barat. Konstelasi membuka peluang merebut perusahaan minyak Balikpapan yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij atau BPM, yang dimiliki pemodal Inggris dan Belanda. Ketegangan antardua negara tersebut pun membuat Perbum mengambil sikap. Organisasi sayap PKI tersebut memaksa pemerintah untuk saham Belanda di BPM. Ketika perseteruan Inggris dan Belanda, orang-orang Belanda yang berada di Balikpapan kembali ke negara mereka, dan posisi mereka digantikan orang-orang dari Inggris, Amerika, dan Perancis. BPM pun di bawah penguasaan Shell, dan pemegang saham BPM adalah Inggris dan Belanda. Di tahun 1963, Front Nasional bersitegang dengan Shell, semangat untuk melakukan nasionalisasi perusahaan asing terus menggebu-gebu usai Presiden Soekarno membuka konfrontasi dengan Inggris. Kala itu, Soekarno menolak pendirian Malaysia yang disebut boneka Amerika dan Inggris. Kemudian, Kolonel Soehario dan Fachrul Baraqbah mengatur strategi dalam menentang penanaman modal asing di tanah air. Setelah rencana itu kelar, mereka memboikot seluruh orang-orang Inggris yang bekerja untuk Shell di Balikpapan. Sebanyak 5 ribu buruh minyak terlibat dalam pemboikotan tersebut mulai dari sopir hinga staf, tidak berbicara kepada orang Inggris. Perbum juga berinisiatif membuat sebuah teror. Sementara Kolonel Soehario melarang menggunakan bahasa Inggris dan mengharuskan bahasa Indonesia untuk mengawasi seluruh aktivitas orang asing. Akhirnya Shell berhasil diambil alih koalisi buruh yang didominasi Perbum. Aset-aset perusahaan dikuasai dengan alasan menyelamatkan produksi minyak untuk kepentingan Nasional. Perbum juga menguasai salah satu toko serba ada bernama Sifo milik Shell di Balikpapan. Mereka menyatakan menunggu kebijakan dari Presiden Sukarno. Kelak pemerintah Indonesia menasionalisasi Shell yang sekarang menjadi Pertamina. Dua tahun kemudian, kekuatan PKI, Perbum, serta Front Nasional mulai pudar. Tatkala Kolonel Suhario yang memiliki kedekatan dengan Presiden Soekarno disekolahkan ke Uni Soviet. Sementara di Jakarta dan Jogjakarta, peristiwa 30 September 1965 dihari ini tepat 56 tahun lalu, mengubah semuanya, setelah penculikan para Jendral Angkatan darat yang berujung pada pembersihan para petinggi PKI serta organisasi sayap mereka dibersihkan semua. Seluruh pengurus partai PKI di Kaltim, kala itu langsung diringkus aparat keamanan. Tak terkecuali Ketua PKI yang saat itu dipimpin, Sayid Fachrul Baraqbah dan membuat karier politiknya harus berakhir. (*/foto :int)
Tag berita:
Berita terkait