POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Akademisi Kampus seluruh Indonesia menolak pembahasan UU Omnibuslaw atau Ciptakerja.
Sebanyak 71 orang yang tersebar di 30 perguruan tinggi se-Indonesia sejak Senin sore (5/10/2020) menandatangin penolakan UU yang disebut menyengsarakan rakyat.
Menurut kalangan akademisi, rencana Pemerintahan Joko Widodo dan DPR memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law [OL] Cipta Kerja memang di luar batas nalar yang wajar.
Rancangan UU ini tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah dimana nilai-nilai konstitusi (UUDNRI Tahun 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya.
Aspirasi publik pun kian tak didengar, bahkan terus dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga.
Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka terdapat masalah mendasar materi muatan pasal-pasal yakni,
- Sentralistik rasa Orde Baru. Terdapat hampir 400an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden;
- Anti lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat;
- Liberalisasi Pertanian. Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.
- Abai terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain;
- Mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode ‘omnibus law’ tidak diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua proses pembentukan hukum ini dilakukan di masa pandemi, sehingga sangat membatasi upaya memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia.
"Mempertimbangkan permasalahan mendasar tersebut dan serta menyimak potensi dampak kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi maka kami tegas menolak disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibus Law)," ujar Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah melalui rilisnya.
Lebih lanjut kata dia, legislasi idiot kata yang pantas disematkan kepada DPR dan Pemerintah yang telah membuat UU dan yang ugal - ugalan, urakan, serampangan, melabrak semua aturan dan sama sekali tidak pernah peduli dengan kritik publik.
Mulai UU minerba, KPK, Mahkamah Konstitusi dan sekarang omnibuslaw yang dikebut dengam cara-cara yang sama .
Mereka tidak mendengar protes buruh, petani dan mayoritas tmrakyat yang akan dirugikan jika UU ini terapkan.
Tidak hanya cukup marah, tapi marah tidak cukup.
Marah harus ditumpahkan, kemarahan harus kita organisasikan dengan baik menjadi sebuah perlawanan bersama.
"Jikalau nantipun UU ini tetap diteruskan, maka kita tidak kalah. Karena kita sudah melawan semulya - mulyanya, sehormat - hormatnya," pungkasnya.
Akademisi yang telah bertanda tangan :
- Hariadi Kartodihardjo (Institut Pertanian Bogor)
- Muhammad Fauzan (FH Unsoed)
- Susi Dwi Harijanti (FH Unpad)
- Abdil Mughis Mudhoffir (Sosiologi Universitas Negeri Jakarta)
- Feri Amsari (FH Universitas Andalas)
- Dian Noeswantari (Pusham Ubaya Surabaya)
- Beni Kurnia Illahi (FH Universitas Bengkulu)
- Hendriko Arizal (FH Universitas Bung Hatta)
- Herlambang P. Wiratraman (FH Universitas Airlangga)
- Satria Unggul W.P (FH Universitas Muhammadiyah Surabaya).
- Mohammad Isa Gautama (FIS Universitas Negeri Padang).
- Herdiansyah Hamzah (FH Universitas Mulawarman)
- Haris Retno (FH Universitas Mulawarman)
- Sri Murlianti (Fisip Universitas Mulawarman)
- M.H.R. Tampubolon (FH. Universitas Tadulako)
- Maradona (FH Universitas Airlangga)
- Fajri M. Muhammadin (FH Universitas Gadjah Mada)
- HS Tisnanta (FH Universitas Lampung)
- Heru Susetyo (FH Univ Indonesia)
- Khairani Arifin (FH Universitas Syiah Kuala)
- Tanius Sebastian (FH Universitas Parahyangan)
- Wendra Yunaldi (FH Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat)
- Alif Raimulan (Fisip Universitas Mulawarman)
- Andri G. Wibisana (FH Universitas Indonesia)
- Charles Simabura (FH Univ. Adalas)
- Adi Rahman (Fisip Universitas Mulawarman
- Saiful Mahdi (FMIPA Universitas Syiah Kuala)
- Jupri (FH Univ. Ichsan Gorontalo)
- Safarni Husain (FH Universitas Mulawarman)
- Amelia Rizky Yunianty (FISIP Universitas Mulawarman)
- Wiwik Harjanti (FH Universitas Mulawarman)
- Sonny Sudiar (FISIP Universitas Mulawarman)
- Fachrizal Afandi (FH Universitas Brawijaya)
- Devi Rahayu (FH UTM Bangkalan)
- Budiman (Fisip Universitas Mulawarman)
- Joeni A. Kurniawan (FH Universitas Airlangga)
- Bill Nope (FH Undana)
- Abdurrahman Sidik (FISIP Universitas Mulawarman)
- Harry Setya Nugraha (FH UNMUL)
- Hesti Armiwulan (FH UBAYA)
- Dhia Al Uyun (FH UB Malang)
- Rafiqa Qurrata A’yun (FH Universitas Indonesia)
- Ubedilah Badrun (Sosiologi UNJ)
- Syaifudin (Sosiologi UNJ)
- Robertus Robet (Sosiologi UNJ)
- Rakhmat Hidayat (Sosiologi UNJ)
- Abdi Rahmat (Sosiologi UNJ)
- Abdul Rahman (Sosiologi UNJ)
- Rusfadia Saktiyanti (Sosiologi UNJ)
- Umar Baihaqi (Sosiologi UNJ)
- Meila Riskia (Sosiologi UNJ)
- Basuki Wasis (IPB)
- Rachmad Safa'at (FH Universitas Brawijaya)
- Bivitri Susanti (STIH Jentera)
- Rr. Diah Asih Purwaningrum (Arsitektur ITB)
- Rachman Maulana Kafrawi (FH Universitas Hang Tuah Surabaya)
- Rahman (UIN Alaudin)
- Warkhatun Najidah (FH Unmul)
- Sholihin Bone (FH Unmul)
- Orin Gusta Andini (FH Unmul)
- Zulkifli Abdullah (Fisip Unmul)
- M. Amin Kadafi (FEB Unmul)
- Inge Christanti (Pusat Studi HAM Univ. Surabaya)
- Estu Putri W (Sosiologi Universitas Indonesia)
- Rizki Setiawan (Sosiologi Untirta)
- Achmad Siswanto (Sosiologi UNJ)
- Syukron Salam (FH UNNES)
- Solikin ( STIH AWANG LONG SAMARINDA)
- JAIDUN (FH Widyagama Mahakam Samarinda)
- Suwardi Sagama (Fasya IAIN SAMARINDA)
71.Murjani Zuhri (Fak.Syariah IAIN Samarinda).
( Redaksi Politikal - 001 )