POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang visa jurnalis dari kantor berita AS mulai dibatasi oleh China.
Prahara hubungan China-Amerika Serikat terus berlanjut. Negeri Tirai Bambu kini membatasi pemberian visa baru kepada jurnalis asing yang bekerja untuk organisasi berita AS di China, di tengah meningkatnya ketegangan bilateral.
Laporan yang dikutip dari CNN pada Senin (7/9), bahwa dalam sepekan terakhir para jurnalis media-media AS yang mengurus perpanjangan rutin izin peliputan mereka, yang biasanya berlaku selama satu tahun, kini hanya diberi surat yang menyatakan bahwa permohonan mereka sedang diproses.
Para jurnalis asing kemudian ini diberi visa baru yang berlaku hanya sekitar dua bulan, jauh lebih pendek dari sebelumnya.
Sebab, visa China yang mereka terima terikat pada kartu pers tersebut.
Pemerintah China menjelaskan bahwa surat keterangan pers sementara dan visa yang terkait dengannya dapat dicabut kapan saja.
Hal tersebut kemudian membuat jurnalis yang terkena dampak kebijakan itu berada dalam kebingungan, tanpa mengetahui secara pasti berapa lama mereka akan dapat bermukim di China.
Salah satu koresponden CNN, David Culver, merupakan salah satu jurnalis yang terdampak kebijakan baru itu.
Selain itu, wartawan yang menjadi sasaran kebijakan baru ini termasuk warga negara AS dan non-AS yang bekerja di sejumlah media massa arus utama AS, termasuk Wall Street Journal.
Culver diberitahu oleh pejabat China bahwa pembatasan baru tidak ada hubungannya dengan laporannya, melainkan sebagai tanggapan atas perlakuan administrasi Presiden AS, Donald Trump, terhadap jurnalis China di Amerika Serikat.
Kementerian Luar Negeri AS mengungkapkan bahwa para diplomatnya di Beijing baru-baru ini diberitahu tentang tindakan pemerintah China yang akan datang yang menargetkan media AS di China.
"Amerika Serikat tentu saja bermasalah dengan tindakan yang diusulkan ini … akan memperburuk lingkungan pelaporan di China," kata juru bicara Kemenlu AS, Morgan Ortagus.
Tindakan China, kata Morgan, berkali-kali membuktikan bahwa Partai Komunis China yang berkuasa takut pada pemberitaan media investigasi dan independen yang hanya memperluas dan memperdalam pemahaman dunia tentang China menjadi lebih baik.
Sebagai informasi, pemerintah berwenang AS pada Mei lalu juga membatasi durasi tinggal sebagian besar jurnalis China yang ditugaskan meliput di AS menjadi hanya 90 hari.
China mengklaim tidak ada jurnalisnya yang mendengar kabar dari otoritas AS tentang status permohonan perpanjangan visa terbaru mereka, yang menurut mereka telah sangat mengganggu pekerjaan dan kehidupan para jurnalis itu.
Jika tidak ada persetujuan yang diberikan, jurnalis China harus meninggalkan Amerika Serikat pada awal November mendatang, tepat ketika visa China baru Culver akan berakhir.
"Inti dari masalah media antara China dan AS adalah penganiayaan politik AS dan penindasan terhadap media China karena mentalitas Perang Dingin dan bias ideologis," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, pada jumpa pers rutin di Beijing, Kamis pekan lalu.
"Jika AS terus bergerak lebih jauh ke jalan yang salah, China tidak punya pilihan selain membuat reaksi yang dapat dibenarkan dan diperlukan untuk dengan tegas menegakkan hak-haknya yang sah," tambahnya.
Sementara itu, di awal 2020, China mengusir sekitar selusin jurnalis dari beberapa media massa seperti The New York Times, Washington Post, dan Wall Street Journal.
Hal itu diketahui dilakukan setelah pemerintahan Trump membatasi jumlah warga negara China yang diizinkan untuk bekerja di kantor AS di media yang dikelola pemerintah China, sehingga mengakibatkan pemotongan staf utama dalam operasi ini. (*)