POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang PSBB Transisi yang dinilai tidak jelas oleh Fraksi Nasdem.
Tatanan kehidupan baru atau new normal perlu diterapkan di seluruh Indonesia dan tak hanya di wilayah tertentu menurut Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi NasDem Syarif Abdullah Alkadrie.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Trasnsisi DKI Jakarta yang mulai diberlakukan mulai 5 Juni lalu menjadi tidak jelas karena sudah terjadi banyak keramaian.
Padahal, seharusnya masyarakat masih perlu membatasi kegiatan di luar rumah.
"Kalau terus begini juga tidak jelas, PSBB atau bebas. Ini artinya bermasalah terus, sementara kehidupan ekonomi semakin terpuruk. Sama ratakan saja se-Indonesia dengan new normal itu," kata Syarif saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (8/6).
Diketahui, Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB Transisi sejak 5 Juni lalu. Sejumlah sektor boleh dibuka kembali dengan syarat-syarat tertentu.
Misalnya, perkantoran boleh mempekerjakan pegawainya, tetapi maksimal 50 persen dari kapasitas gedung. Begitu pula dengan pusat perbelanjaan dan tempat lainnya.
Namun, penumpang KRL dari kota penyangga membludak. Begitu banyak pegawai yang kembali bekerja di kantor masing-masing.
Menanggapi fenomena tersebut, Syarif menilai pemerintah perlu menerapkan new normal di seluruh wilayah di Indonesia sekaligus. Kelonggaran tidak hanya berlaku di Jakarta.
Akan tetapi, perlu ada protokol kesehatan yang mesti dipatuhi.
"Tetapkan new normal saja. Artinya memulai kehidupan baru itu dengan protokol kesehatan itu yang seharusnya diperhatikan," kata Syarif.
Sejauh ini, pemerintah Indonesia belum resmi memberlakukan new normal. Masih berupa persiapan.
Nantinya, bakal ada 4 provinsi yang diprioritaskan untuk bisa menerapkan new normal lebih dahulu, yakni DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Gorontalo.
Syarif yakin penerapan new normal di seluruh Indonesia bisa lebih cepat menggerakkan kembali roda perekonomian Indonesia.
Meski mengamini masyarakat bakal lebih sering berkontak langsung, namun Syarif tidak perlu khawatir dengan hal itu.
"Paling tidak, tidak bersentuhan, paling penting jaraknya harus inilah tidak bersentuhan fisik. Kalau masker kita pakai, menggunakan protokol kesehatan, saya kira bisa diminimalkan terpapar virus corona," tuturnya.
New Normal Belum Waktunya
Hal berbeda diutarakan Wakil Sekjen Demokrat Irwan Fecho. Menurutnya, jika new normal diterapkan sebelum waktunya, justru ada dampak negatif yang serius bagi Indonesia.
Bakal ada peningkatan kasus positif virus corona (Covid-19). Nyawa masyarakat, kata Irwan, jadi taruhan.
Irwan juga menilai masalah yang ada saat ini bukan ketika Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB Transisi.
Salah satu ketentuan PSBB Transisi yakni bakal memberlakukan ganjil genap bagi mobil dan sepeda motor pribadi.
"Masalah Covid-19 bukan ganjil genap, tapi new normal sebelum waktunya. Bunuh diri massal," kata Irwan.
Wakil Sekjen Partai Golkar Christina Aryani berpendapat serupa.
Dia menilai sejauh ini masyarakat masih kebingungan ihwal new normal di Indonesia.
"Masih ada kebingungan terkait new normal di masyarakat, informasi menjadi sangat penting dan harus terus disosialisasikan pemerintah," ujarnya.
Christina mengatakan bahwa penerapan PSBB Transisi mau pun new nomal mengandung risiko, yakni kasus positif corona meningkat tajam.
Itu bisa terjadi jika masyarakat belum memahami betul ketentuan-ketentuan dalam penerapan PSBB Transisi mau pun new normal.
Oleh karena itu, agar terlaksana dengan optimal, pemerintah mesti memberikan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "NasDem Kritik DKI: PSBB Transisi Tidak Jelas"