POLITIKAL.ID - Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan 4 orang yang tergabung dalam tim produksi film dokumenter Dirty Vote ke Mabes Polri sebab dinilai menentang undang-undang (UU) Pemilu.
Di antaranya, sang sutradara, Dandhy Dwi Laksono, dan ketiga ahli hukum tata negara selaku pemeran utama film tersebut, yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketua Umum Foksi, M Natsir Sahib menekankan bahwa film mengandung unsur penyudutan hingga merugikan salah satu paslon Pilpres 2024.
"Kami konsultasi dengan Bareskrim Mabes Polri dan melaporkan dugaan pelanggaran Pemilu yang diLakukan 3 akademisi, Feri Amsari, Zainal Arifin Muhtar, dan Bivitri Susantri, serta Dandy Laksono, selaku sutradara," kata Natsir, Selasa, 13 Februari 2024.
Selain unsur yang dikandung, film dokumenter tersebut juga dinilai bermasalah lantaran ditayangkan perdana di masa tenang pemilu.
Menurutnya, akibat Dirty Vote, periode tenang seusai kampanye justru jadi gaduh di kalangan masyarakat.
"Karena justru di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu Capres, itu bertentangan dengan UU Pemilu," kata dia.
Terkhusus Feri, Zainal, dan Bivitri, Natsir menyoroti peran ketiga akademisi itu yang sempat tergabung dalam tim reformasi hukum di Kemenko Polhukam, saat Mahfud MD masih menjabat.
Dengan demikian, muncul dugaan bahwa film Dirty Vote ditunggangi kepentingan politis dari lawan politik paslon yang disudutkan. Hal ini lantaran Mahfud MD maju sebagai cawapres 2024.
Untuk itu, dia menegaskan, tindakan para pakar dan sutradara Dirty Vote sudah mencederai Pasal 287 ayat (5) UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Kami menilai para akademisi itu telah menghancurkan tatanan demokrasi dan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga muncul fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat," ujarnya.
"Kami minta Bareskrim Mabes Polri profesional dan presisi mengusut dugaan pidana pelanggaran Pemilu ini. Karena dilakukan di masa tenang, ini termasuk pelanggaran serius dan tendensius terhadap salah satu calon," kata Natsir, menandaskan.
TKN Sebut Dirty Vote Berisi Fitnah Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Habiburokhman menyebut film Dirty Vote merupakan fitnah. Menurutnya, film tersebut ditujukan untuk menurunkan muruah Pemilu 2024.
“Sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah,” ucapnya.
Ia pun mempertanyakan kapasitas para pakar hukum tata negara yang tampil di dalam film tersebut.
Pakar yang dimaksudkannya itu adalah Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.
“Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar,” tuturnya.
Menurut Habiburokhman tokoh-tokoh yang ada di Film tersebut menyampaikan informasi menyudutkan pihak tertentu dan bersebrangan dengan yang terjadi di masyarakat.
“Jadi, tindakan-tindakan mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tidak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan apa yang menjadi sikap sebagian besar rakyat,” bebernya.
(Redaksi)