POLITIKAL.ID - Istana Kepresidenan menghormati hasil putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat pada hari Senin (22/4/2024).
Hal ini disampaikan Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana dalam keterangan tertulis pada Senin (22/4/2024).
Ari mengatakan pilpres sudah selesai, saatnya bersatu kembali untuk bekerja bersama mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan semakin maju.
“Pemerintah akan segera menyiapkan dan mendukung penuh proses transisi pemerintahan kepada presiden dan wakil presiden terpilih,” ucap Ari.
Ari menjelaskan pemerintah tetap berkomitmen untuk menyelesaikan seluruh program kerja pemerintah yang telah dicanangkan hingga akhir masa pemerintahan pada Oktober 2024.
MK dalam sidang pada Senin, menolak seluruhnya gugatan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang tidak terima dengan hasil penghitungan suara Pilpres 2024 oleh KPU.
Dalam gugatannya, AMIN maupun Ganjar-Mahfud pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud juga meminta MK mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024.
MK juga diminta memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.
Dalam sengketa pilpres 2024, Pemerintah Jokowi dituding melakukan abuse of power melalui politisasi bansos maupun proses perubahan aturan di MK yang meloloskan Gibran dalam kontestasi.
Dalam keterangan pada Senin, Ari menyoroti pertimbangan hukum dari kedua putusan MK. Dia menyebut tuduhan-tuduhan kepada pemerintah, antara lain kecurangan dan intervensi terhadap pemilu, politisasi bansos, mobilisasi aparat, dan ketidaknetralan penjabat kepala daerah telah dinyatakan tidak terbukti.
Kendati permohonan kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar Mahfud ditolak, tak seluruh hakim MK memiliki suara bulat. Ada tiga hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion, yaitu Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih.
Opini hakim menyoroti ada norma yang tidak lurus dijalankan oleh presiden, terutama penyaluran bantuan sosial sampai pengerahan penjabat kepala daerah.
(Redaksi)