Sabtu, 23 November 2024

Jokowi Didesak Batalkan Perppu Ciptaker oleh Sejumlah Ormas

Sabtu, 10 Oktober 2020 21:29

Presiden Jokowi/ ayobandung.com

POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang Jokowi didesak batalkan perppu ciptaker.

Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Mereka mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu untuk membatalkan UU yang dianggap kontroversial tersebut.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa dengan pemerintah dan DPR yang tidak mengindahkan masukan-masukan dari ormas Islam.

Sejak awal, MUI secara tegas menolak lantaran undang-undang tersebut hanya menguntungkan pengusaha, investor asing, dan cukong.

Dalam Taklimat MUI Nomor Kep-1730/DP-MUI/X/2020, MUI mendukung upaya uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka meminta para hakim konstitusi bisa bersikap adil menyikapi masalah ini.

"MUI mengingatkan kepada para Hakim Agung Konstitusi untuk tetap istiqamah menegakkan keadilan, menjaga kemandirian, marwah, dan martabatnya sebagai hakim yang nanti dipertanggungjawabkan di hadapan Mahkamah Ilahi di Yaumil Mahsyar," kata MUI dalam taklimat yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (9/10).

Penolakan atas UU Cipta Kerja juga muncul dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Mereka mendesak Jokowi segera menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU yang dinilai bermasalah itu.

ICMI menyatakan, penerbitan Perppu nantinya harus dapat menjamin hak-hak pekerja, kedaulatan pangan dan petani, kelestarian lingkungan, dan kemuliaan tujuan pendidikan nasional dengan UU yang sudah berjalan selama ini.

"Karena penolakan yang begitu luas dari kalangan masyarakat, ICMI mendesak agar diambil jalan keluar segera, presiden mengeluarkan perppu," kutip pernyataan sikap ICMI yang ditandatangani oleh Waketum ICM Priyo Budi Santoso dan Sekjen ICMI Mohammad Jafar Hafsah.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj juga menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja.

Menurut Said, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.

Said meminta warga NU bersikap tegas dalam menilai UU Cipta Kerja.

Ia menegaskan, kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.

"Saya berharap NU nanti bersikap, untuk menyikapi UU yang baru saja diketok ini. Maka kita cari jalan keluar yang elegan, yang seimbang dan tasawuth. Kepentingan buruh dan rakyat kecil harus kita jamin, terutama yang menyangkut pertanahan, kedaulatan pangan, dan pendidikan," papar Said.

Kecaman juga disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Bahkan, ia menduga jika DPR mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja karena faktor utang jasa kepada pengusaha.

Menurut dia, hal itu tampak dari pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja yang serba cepat.

Ia menduga, itu merupakan salah satu upaya DPR meloloskan kepentingan pemilik modal dengan mengabaikan kepentingan rakyat.

"Saya lihat dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini situasi seperti itulah yang sangat tampak oleh saya, sehingga UU ini benar-benar kelihatan lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan kepentingan rakyat luas," kata Anwar.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, rapat paripurna DPR RI pada Senin (5/10) resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Pengesahan itu memicu penolakan dari berbagai pihak dan gelombang protes di sejumlah daerah.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo, pada Jumat (9/10) lalu mengatakan bahwa aksi penolakan terhadap Omnibus Law itu dilatarbelakangi oleh kekeliruan informasi dan berita palsu (hoaks) di media sosial.

Jokowi mengingatkan agar pihak-pihak yang tidak puas terhadap produk legislasi tersebut bis menyalurkannya lewat jalur hukum.

"Jika masih ada ketidakpuasan pada UU Cipta kerja ini, silahkan ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi", ujar Jokowi. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Ramai-ramai Ormas Desak Jokowi Buat Perppu Batalkan Ciptaker"

Tag berita:
Berita terkait