Selasa, 26 November 2024

Jokowi Jadi Sasaran Kritik Media Asing dalam Tangani Covid-19

Rabu, 19 Agustus 2020 22:36

Presiden Jokowi. (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

POLITIKAL.ID - Berita Mancanegara yang dikutip POLITIKAL.ID tentang kritik media asing pada Jokowi dalam tangani Covid-19.

Pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo beberapa kali menjadi sasaran kritik media asing, khususnya dalam penanganan pandemi penyakit akibat virus corona atau Covid-19.

Gelombang kritik ini mulai tinggi sejak wabah virus corona merebak ke berbagai belahan dunia pada Februari lalu. Berikut beberapa di antaranya:

The New York Times

Pada 11 Februari, gelombang skeptis media asing dimulai dengan pemberitaan The New York Times (NYT) bertajuk "Indonesia Has No Reported Coronavirus Cases. Is That the Whole Picture?".

Dalam berita itu, NYT melaporkan bahwa pakar kesehatan mempertanyakan kebenaran Indonesia belum melaporkan satu pun kasus, sementara negara Asia lainnya sudah.

Indonesia memang belum mengonfirmasi kasus virus corona pertama hingga awal Maret.

Sementara itu, negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, sudah mencatat kasus pertama pada akhir Januari.

Pada 28 Mei, dalam artikel berjudul "'It's Too Late': In Sprawling Indonesia, Coronavirus Surges", NYT juga menggarisbawahi kemungkinan penularan Covid-19 di Indonesia bisa menjadi tidak terkendali.

Saat itu, pemerintah sudah menerapkan pembatasan sosial, tapi penambahan infeksi virus corona di Indonesia kian cepat hingga melampaui 20 ribu kasus dan lebih dari 1.440 kematian.

Namun, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa pembatasan sosial nasional harus dilonggarkan untuk menyelamatkan ekonomi.

"Jika orang tidak makan dan mereka sakit, itu akan menjadi lebih buruk," kata Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan sejumlah media asing.

Namun, NYT menyoroti fakta bahwa rumah sakit di Indonesia tidak mampu menyediakan jenis perawatan sebagaimana yang ditawarkan negara lain.

Pembatasan perjalanan yang diberlakukan pada akhir April pun belum diterapkan dengan ketat karena banyak celah.

Dalam berita itu, pemerintah Indonesia diharapkan seharusnya sudah dapat mengantisipasi, terutama setelah melihat negara-negara tetangga mencatat peningkatan kasus corona.

Namun, sejumlah pejabat Indonesia malah bertindak seolah-olah negaranya kebal virus corona.

NYT juga menyoroti bahwa bahkan ketika salah satu menteri terinfeksi virus corona, para pejabat masih terkesan menyepelekan.

Menurut NYT, Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto, bahkan menyebut bahwa doa dapat menangkal virus.

Presiden Jokowi akhirnya mengakui bahwa pemerintah memang tidak mengungkapkan kondisi sebenarnya kepada publik untuk menghindari kepanikan.

Tak sampai di situ, pada 31 Juli, NYT juga melansir tulisan bertajuk "In Indonesia, False Virus Cures Pushed by Those Who Should Know Better".

Dalam tulisan itu, NYT menyoroti kekacauan informasi yang disampaikan oleh pemerintah dan influencer.

Pertama, menteri pertanian mempromosikan penggunaan kalung berisi ramuan kayu putih untuk menyembuhkan Covid-19.

Menurutnya, kalung itu dapat membunuh 80 persen partikel virus dalam waktu setengah jam ketika dikenakan.

Pedangdut Iis Dahlia kemudian mempromosikan penggunaan kalung itu melalui unggahan di Instagram.

Ia mengaku bangga memakai kalung itu.

Tak mau kalah, Gubernur Bali I Wayan Koster juga mempromosikan pengobatan lokal, yakni menghirup uap arak rebus (minuman beralkohol tradisional yang terbuat dari kelapa).

Dia juga merekomendasikan untuk menambahkan sedikit minyak kayu putih.

Sejumlah influencer lainnya juga menebar informasi keliru di media sosial, termasuk rumor bahwa termometer inframerah menyebabkan kerusakan otak.

Menurut NYT, pemerintah mengalami kesulitan menyampaikan pesan berbasis sains yang konsisten tentang virus corona dan Covid-19 di tengah ketidakstabilan akibat pandemi.

Saat berita itu ditulis, angka virus corona di Indonesia sudah melampaui 108 ribu kasus dan lebih dari 5.130 kematian, melewati China dalam dua kategori tersebut.

Meski angka corona melejit, menurut NYT sebanyak 70 persen orang di Indonesia masih bepergian tanpa masker dan mengabaikan jarak sosial karena kesimpangsiuran informasi.

Disebutkan pula, Presiden Jokowi awalnya meremehkan pandemi dan menyampaikan pesan beragam.

Pada Maret, dia mengakui sudah menyesatkan publik tentang virus itu untuk mencegah kepanikan.

Dia juga dianggap lamban dalam menutup bisnis, sekolah, dan membatasi perjalanan, tapi dengan cepat mencabut pembatasan, bahkan ketika kasus terus meningkat.

Pada Mei, Jokowi mengatakan Indonesia harus belajar hidup dengan virus tersebut.

Namun, sebulan kemudian, dia mengancam akan memecat menteri kabinet karena tidak berbuat lebih banyak untuk mengendalikan pandemi.

Lalu pada Juli, dia menyerukan kampanye nasional untuk mempromosikan disiplin yang lebih baik dalam menjaga jarak sosial, memakai masker, dan mencuci tangan.

The Guardian

Pada 12 Juli, The Guardian dalam tulisan berjudul "Indonesia is failing to control coronavirus outbreak, say experts" menyebutkan bahwa Indonesia gagal mengendalikan wabah virus corona.

Para ahli mengatakan bahwa kegagalan ini akibat kurang pengujian, komunikasi buruk pemerintah, ditambah promosi obat palsu.

Selain itu, The Guardian juga menyoroti keadaan di mana staf medis bekerja tanpa henti, pembatasan di beberapa daerah terus dilonggarkan.

SBS News

Pada 12 Februari, SBS News lewat artikelnya berjudul "Australian experts doubt Indonesia's claim of being coronavirus free" mempertanyakan klaim Indonesia soal tak ada warga negara yang terjangkit virus corona.

Ahli penyakit menular dari Australian National University (ANU) Profesor Sanjaya Senanayake mengatakan ada kemungkinan sejumlah kasus tak terdeteksi karena orang lebih memilih tinggal di rumah daripada pergi ke rumah sakit.

Chief Medical Officer Australia Brendan Murphy juga mengaku sangat terkejut karena kala itu Indonesia belum melaporkan kasus corona.

"Seharusnya ada alasan untuk khawatir, mungkin ada kasus yang tak terdeteksi," katanya.

Ahli Pengendalian Penyakit Menular dari Universitas Sydney Adam Kamradt-Scott juga menuturkan ada peningkatan risiko bagi turis di Indonesia karena peningkatan perjalanan dari China.

The Sydney Morning Herald

Pada 28 Februari, The Sydney Morning Herald (SMH) memuat artikel berjudul "Morrison questions Indonesia's coronavirus-free status".

Dalam berita itu, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mempertanyakan laporan bahwa Indonesia belum menemukan satu pun kasus virus corona hingga akhir Februari.

Namun, Morrison berkata, "Saya tidak bermaksud (tidak sopan). Indonesia memiliki sistem kesehatan yang berbeda dengan Australia.

Dan kami memiliki kapasitas yang berbeda untuk memberikan jaminan tersebut.

Kemudian pada 19 Juni, SMH dalam artikel berjudul "The world's next coronavirus hotspot is emerging next door" menyebutkan Indonesia dapat menjadi hotspot virus corona berikutnya.

Dalam artikel itu, koresponden SMH untuk Asia Tenggara, James Massola, menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami kekalahan dalam perang melawan virus corona (Covid-19) saat negara lain di Asia Tenggara sukses mengurangi jumlah infeksi.

Tulisan itu menyinggung soal kebijakan pemerintah yang melonggarkan pembatasan kendati tren infeksi terus meningkat.

Massola kemudian menyoroti pemerintahan Bali yang pada 18 Juni mengumumkan 66 kasus positif Covid-19, rekor baru harian, tapi malah mulai berpikir membuka daerah untuk turis.

Menurutnya, pemerintah Indonesia buruk dalam menangani pandemi. James kemudian menyinggung soal keterlambatan pemerintah Indonesia hingga menyatakan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret.

Menurut artikel itu pemerintah Indonesia punya dua pilihan, yaitu mengambil langkah lebih tegas untuk menghentikan penyebaran, termasuk meningkatkan tes dan memberlakukan lagi lockdown, atau terus kikuk seiring penambahan korban jiwa.

Bentuk Satgas Khusus

Pada Juli, Jokowi membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Komite ini membagi dua penanganan covid-19 dengan satgas khusus ekonomi dan khusus kesehatan covid-19 yang menggantikan gugus tugas percepatan penanganan covid-19.

Meski kali ini terbagi dua, Jokowi menyatakan penanganan kesehatan tetap prioritas dan tak boleh mengendur sampai penemuan vaksin.

"Saya ingin tiap posko yang ada baik di BNPB Pusat, daerah, di komite kelihatan sangat sibuk ke sana sini gitu. Jadi aura krisisnya ada," katanya.

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dibentuk berdasarkan Perpres diketahui terdiri atas Komite Kebijakan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, serta Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

Komite Kebijakan itu diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dengan jajaran menteri koordinator, menteri kesehatan, dan menteri dalam negeri sebagai wakil ketua.

Sementara Menteri BUMN Erick Thohir menjadi ketua pelaksana yang membawahi satgas covid-19 yang dipimpin Doni Monardo dan satgas pemulihan ekonomi nasional oleh Budi Gunadi Sadikin. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Ragam Kritik Media Asing ke Jokowi Tangani Corona"

Tag berita:
Berita terkait