POLITIKAL.ID - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Willy Aditya menyarankan agar pemerintah menangguhkan klaster ketenagakerjaan yang tertuang di dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
Menurutnya, penangguhan satu dari 11 klaster yang terdapat di dalam Omnibus Law RUU Ciptaker itu penting bila target 100 hari pembahasan sebagai disampaikan Presiden Joko Widodo bisa tercapai.
"Ada 11 klaster dalam Omnibus Law itu. Kalau seandainya Presiden mau melakukan 100 hari, maka lebih baik klaster ketenagakerjaan ditangguhkan saja," kata Willy saat dihubungi wartawan, Senin (9/3).
Dia menyarankan agar pemerintah memasukkan klaster ketenagakerjaan itu ke dalam revisi Undang-undang UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) yang telah masuk dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI.
Willy juga mengusulkan agar pemerintah mengubah nama Omnibus Law RUU Ciptaker menjadi Omnibus Law RUU Kemudahan Investasi dan Perizinan.
"Ketika itu terjadi maka kemudian kemungkinan untuk 100 hari sangat feasible," tutur Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu.
Terakhir, Willy menuturkan, NasDem juga menyoroti poin yang mengatur terkait kepemilikan modal asing di pers dalam draf Omnibus Law RUU Ciptaker. Ia meminta agar aturan yang sudah berlaku selama ini tidak diubah.
"Tetap kaya sekarang saja, boleh gunakan brand luar tetapi modalnya nasional," ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat sipil menolak Omnibus Law RUU Ciptaker yang telah disusun oleh pemerintah. Mereka menyatakan Omnibus Law RUU Ciptaker harus dibatalkan karena bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi dan hanya ingin menggelar karpet merah bagi investor.
Secara substansi, Asisten Peneliti Lokataru Foundation Fian Alaydrus menerangkan, Omnibus Law RUU Ciptaker melakukan perombakan sistem besar-besaran pada 11 klaster yang berpotensi mengancam keberlangsungan hidup masyarakat secara luas.
Klaster-klaster itu, Fian membeberkan, ialah terkait penyederhanaan izin, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan, perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
Bahkan, lanjutnya, Omnibus Law RUU Ciptaker berpotensi merampas ruang hidup elemen masyarakat dan kelompok rentan seperti masyarakat adat, difabel, lansia, nelayan, hingga petani.
"Cakupan inilah yang membuat Omninus Law RUU Ciptaker menjadi perhatian masyarakat sipil, mengingat masifnya dampak yang akan RUU ini berikan terhadap keberlangsungan hidup masyarakat," ucap Fian dalam konferensi pers di salah satu hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (4/3). (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Nasdem Sarankan Klaster Ketenagakerjaan Omnibus Law Ditunda"