POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang dua masalah terkait kewenangan penyadapan di RUU Kejaksaan yang diungkapkan Nasdem.
Anggota Panitia Kerja (Panja) Harmonisasi Rancangan Undang-undang (RUU) Kejaksaan di Badan Legislasi DPR RI, Taufik Basari mempertanyakan kewenangan penyadapan dalam konteks ketertiban umum di dalam rancangan regulasi itu.
Politikus dari Fraksi Partai NasDem itu menilai keberadaan kewenangan penyadapan di RUU Kejaksaan memiliki dua masalah.
Pemberian kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan disebutkan dalam Pasal 30 Ayat (5) Huruf g yaitu di bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.
"Aturan terkait penyadapan dalam RUU Kejaksaan terdapat dalam Pasal 30, ada dua masalah," kata pria yang akrab disapa Tobas itu dalam Rapat Panja Harmonisasi RUU Kejaksaan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/9).
Masalah pertama, kata dia, terkait tata letak kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan diletakkan pada kewenangan terkait ketertiban umum.
Menurutnya, hal itu membuat kewenangan penyadapan yang diberikan menjadi sangat luas dan berbahaya.
Tobas berkata, kewenangan penyadapan dalam RUU Kejaksaan seharusnya diberikan hanya terkait dengan penegakan hukum.
"Kalau pun ada kewenangan penyadapan yang dimiliki berbagai instansi, itu konteksnya harus terkait dengan penegakan hukum. Kalau pun mau ditaruh penyadapan, maka letaknya dalam ranah penegakan hukum," ucap anggota Komisi III DPR RI.
Masalah berikutnya, menurut Tobas, terkait politik hukum. Dia menerangkan bahwa berdasarkan pendapat Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan bahwa penyadapan merupakan perbuatan tindakan yang melawan hukum karena melanggar hak privasi dan HAM yang boleh dibatasi dengan sebuah undang-undang.
Ia pun meminta agar RUU Penyadapan disahkan lebih dahulu sebelum kewenangan penyadapan dituangkan di dalam RUU Kejaksaan agar hal-hal yang dikhawatirkan bisa diminimalisasi dan diatur dalam sebuah undang-undang, bukan di peraturan internal Kejaksaan dan Polri.
"Batasan HAM boleh dilakukan namun mekanismenya harus jelas diatur dalam sebuah UU," katanya.
Untuk diketahui, RUU Kejaksaan merupakan salah satu dari 37 RUU yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 hasil evaluasi DPR RI pada Juli 2020 silam.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengungkapkan sebanyak delapan poin akan menjadi perhatian dalam RUU Kejaksaan.
Menurutnya, revisi UU Kejaksaan merupakan sebuah hal yang penting karena Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi mulai dari United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC).
"Ketentuan tersebut menjadi alasan perubahan UU Kejaksaan, utamanya hal-hal yang berkaitan dengan independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas, dan perlindungan bagi para jaksa," kata Pangeran dalam rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (31/8). (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "NasDem Pertanyakan Kewenangan Penyadapan di RUU Kejaksaan"