POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang pendapat politikus PKB soal gerakan KAMI.
Langkah sejumlah tokoh publik mendeklarasikan gerakan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) telah melahirkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ada yang memberikan tanggapan positif, namun ada pula yang berkomentar negatif pada gerakan KAMI.
KAMI secara resmi mendeklarasikan diri di Tugu Proklamasi Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (18/8).
Beberapa tokoh publik hadir kemudian membacakan Jati Diri dan Maklumat KAMI sebagai rangkaian deklarasi tersebut.
Mereka antara lain Achmad Yani, Rocky Gerung, Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Rochmad Wahab, Meutia Farida Hatta, MS Kaban.
Kemudian hadir juga Said Didu, Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy, Lieus Sungkharisma, Jumhur Hidayat, Abdullah Hehamahua, hingga Amien Rais.
Dalam deklarasinya, KAMI mengeluarkan delapan tuntutan, di antaranya mendesak penyelenggara negara, khususnya pemerintah, DPR, DPD, dan MPR, untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara sesuai dengan jiwa, semangat dan nilai Pembukaan UUD 1945.
Kemudian, menuntut pemerintahan Jokowi agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi covid-19 untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dengan tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri.
Tuntutan lainnya, menuntut pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin, petani dan nelayan, guru/dosen, tenaga kerja bangsa sendiri, pelaku UMKM dan koperasi, serta pedagang informal daripada membela kepentingan pengusaha besar dan asing.
Selain itu, menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
Menyikapi, Politikus PKB Abdul Kadir Karding berpendapatan gerakan KAMI dapat dimaknai sebagai koalisi orang-orang yang kalah dalam Pilpres 2019 silam.
Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dari tokoh-tokoh yang tergabung dalam KAMI yang sebagian besar merupakan orang-orang yang kecewa dengan hasil Pilpres 2019.
"Kalau melihat daftar nama sebagian besar adalah orang-orang yang kecewa ketika Pilpres terdahulu. Ini artinya lanjutan, lanjutan karena jagonya kalah," kata Karding lewat pesan singkat, Selasa (18/8).
Dia juga berpendapat, deklarasi KAMI bisa dipandang sebagai langkah yang tidak tepat.
Dalam demokrasi, kata Karding, posisi terbaik yang seharusnya diambil pihak yang kalah dalam pilpres adalah mendukung pemerintah untuk hal-hal yang bersifat positif.
Karding menilai, KAMI bertujuan untuk membentuk barisan oposisi pemerintah.
Menurutnya, gerakan KAMI seharusnya melakukan kritik yang dibangun dengan konkret.
"Itu yang lebih penting adalah bagaimana di era pandemi ini kita semua bergotong royong, bahu membahu, ikut menyelesaikan masalah yang ada termasuk penderitaan masyarakat yang terjadi, karena pandemi ini bukan hal yang mudah sehingga butuh kebersamaan," ujar Karding.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menilai KAMI yang memelihara semangat 212 berpotensi memecah belah masyarakat.
"Kalau akhirnya itu hanya ingin terus membangkitkan semangat 212, yang berlandaskan politik identitas, itu justru bukan menyatukan bangsa, justru akhirnya memecah bangsa dengan terus membuat perbedaan di antara warga negara. Ini yang tidak baik," kata Dave dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (19/8).
Dave mengamini bahwa setiap orang, termasuk Din Syamsuddin dan Gatot Nurmantyo yang mendeklarasikan KAMI, berhak memiliki agenda politik, berserikat, atau berorganisasi.
Walaupun demikian, Dave mengingatkan bahwa agenda politik yang dibawa tidak boleh berangkat dari keinginan untuk terus membangkitkan semangat gerakan 212.
Menyelamatkan Negeri
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berpendapat beda.
Ia mengatakan bahwa partainya siap bekerja sama dengan KAMI.
Mardani menyampaikan bahwa semua inisiatif masyarakat untuk membangun negeri perlu dihargai.
Menurutnya, persepsi menyelamatkan negeri bisa banyak versi dan semua persepsi sah serta legal selama dilakukan dalam koridor hukum dan perundang-undangan.
Ia juga mengatakan PKS juga akan terus berusaha menyelamatkan Indonesia sesuai aturan hukum dan perundang-undangan.
"Kami sebagai partai politik akan terus berusaha menyelamatkan Indonesia melalui jalur parlemen dan pemerintahan sesuai hukum dan perundang-undangan," kata Mardani pada Selasa (18/8).
Sementara itu, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon berharap Presiden Joko Widodo membuka dialog dengan tokoh gerakan KAMI.
"Sekarang Jokowi buka dong, Istana ajak mereka dialog point to point, biar kelihatan. Jangan hanya dialog dengan tokoh yang satu suara dengan beliau saja," kata Effendi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (19/8).
Effendi mengatakan rekonsiliasi antara Presiden Joko Widodo dengan Prabowo Subianto usai penyelenggaraan Pilpres 2019 tidaklah menyelesaikan persoalan.
Kata dia, langkah Jokowi menjadikan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) tidak berhasil menarik seluruh gerbong pendukung Prabowo di Pilpres 2019 lalu
"Kelihatannya hanya Prabowo saja yang terbawa [dengan Gerindra]. Saya melihat ini tidak menyelesaikan masalah, secara formal ya, tapi apakah juga diikuti kekuatan yang sama di akar rumput, ini yang saya tidak kelihatan jelas," imbuhnya.
Denny Januar Ali atau yang akrab disapa Denny JA membeberkan tiga skenario yang mungkin dimainkan KAMI.
Menurut pemilik Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini, tiga skema tersebut terbuka karena arah politik praktis tidak bisa diduga atau seperti bola liar. Dia berkata, politik praktis bisa didesain masuk dan keluar dari pintu yang berbeda.
Skenario pertama, dia menerangkan, KAMI membawa pemerintahan Jokowi jatuh sebelum berakhir 2024.
Namun, menurutnya, KAMI belum cukup kuat untuk menjatuhkan Jokowi saat ini.
Skenario berikutnya, lanjut dia, gerakan KAMI membesar dan segera menemukan calon presiden yang populer untuk diusung pada 2024 mendatang.
KAMI, menurut Denny JA, bisa menjadi pemimpin dengan menggandeng partai politik tertentu nantinya untuk mengusung capres pada Pemilu 2024.
Menurut dia, skenario ini hanya terbuka jika KAMI solid hingga 2024.
Namun, katanya, kekuatan KAMI juga menjadi kekurangannya.
Denny JA berkata, KAMI berpotensi pecah ketika harus fokus hanya pada satu pasangan capres dan cawapres saja, karena keberadaan tokoh yang beragam di dalamnya.
"Ini skenario kedua, KAMI menjadi civil society yang ikut melahirkan the next president Indonesia tahun 2024. Namun ini hanya terjadi jika KAMI mendukung capres yang saat itu paling populer," kata Denny JA dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (19/8).
Skenario terakhir, kata Denny, yakni KAMI akan hadir sebagai bunga demokrasi belaka atau sekadar pemanis pemerintahan saat ini. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "KAMI di Pusaran Orang-orang Kalah dan Peluru Kritik ke Jokowi"