Jumat, 20 September 2024

Ragam Tanggapan Perempuan Kaltim Sikapi International Women's Day

Minggu, 8 Maret 2020 4:40

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Hari Perempuan se-dunia atau yang biasa disebut International Women's Day (IWD) kerap menjadi refleksi tahunan masyarakat dunia.

Terlebih perempuan dalam menyuarakan segala macam hak dan tuntutannya.

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, anggota DPR RI Komisi 10, Hetifah Sjaifudian menjelaskan, kondisi perempuan perlu mengikuti perkembangan zaman dengan menguasai teknologi.

Dengan begitu perempuan dapat meraih kesempatan ekonomi dengan cara kerja yang lebih fleksibel dan ramah bagi perempuan.
Langkah itu sebut Hetifah sapaan akrabnya dimulai dengan memajukan pendidikan dengan metode pengembangan online learning yang tak mengenal batas umur, jarak dan waktu.

Terlebih perempuan yang telah berkeluarga, selain masih bisa bersama keluarga di rumah, bekerja dan dapat meningkatkan kemampuan serta kapasitas dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan informasi. Pun yang utama perempuan tak perlu berjauhan dengan keluarga.

"Sambil mengasuh anak, perempuan masih bisa belajar di rumah," ujar Anggota dewan fraksi Golkar menjelaskan (7/3/2020).

Dengan begitu akan kaum perempuan akan memiliki banyak kesempatan bekerja, istirahat atau hiburan dan bagi keluarga.

Lebih lanjut kata Wakil Ketua DPP Partai Golkar itu, perjuangan perempuan juga memerlukan solidaritas dari kaum pria.

Kesempatan bisa dibuka seluasnya walaupun tak mudah untuk meraihnya.

Selain mempelajari masalah sosial, legislator daerah pemilihan (Dapil) Provinsi Kaltim itu memberikan masukan kepada perempuan untuk mendalami studi sains teknologi enginering dan matematik serta analisa data.

Dirinya beralasan keahlian baru itu yang kini sedang dibutuhkan selain problem pernikahan dini, upah pekerja perempuan yang rendah dibawah UMK masih menjadi pekerjaan besarnya. Kendati bukan tanpa hambatan, menurut Hetifah halangan kerap datang dari individu perempuan masing - masing.

Dengan memberikan motivasi dan dorongan positif bahwa tujuan perempuan dicita-citakan untuk lingkungan dan bangsanya dapat memberikan gairah semangat kaum perempuan lebih hidup.

"Tidak hanya perempuan saya pikir, masyarakat wajib memberi motivasi terlebih bagi perempuan," tambahnya.

Kebijakan politik kouta menurut Hetifah juga masih dianggap relevan, dengan begitu kebijakan afirmasi itu maksimalkan perempuan untuk lebih banyak berkontribusi kepada masyarakat.

Kendati kebijakan politik kouta tidak berdampak besar kepada perempuan secara menyeluruh menurut hal itu dianggap wajar. Hal itu adalah bagian dari pertimbangan kesetaraan gender dan bila ada persoalan, jelas perlu direspon dan bila perlu dihapus.

Terkait persoalan kasus terhadap perempuan yang kerap ditemui, perempuan yang kerap tampil ke publik mengenakan hijab itu membeber persoalan yang dihadapi perempuan adalah pelecehan seksual dan kekerasan dengan terbangunnya solidaritas perempuan dan laki - laki dapat saling menjaga agar kejahatan yang masuk pidana itu tak dialami perempuan.

Seperti diketahui, DPR RI tengah mematangkan Rancangan Undang - Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Kendati menurut Hetifah regulasi itu menuai pro dan kontra dalam prosesnya perempuan masih bisa melakukan hal hal yang bersifat edukatif.

"UU ini kan harapannya bisa melindungi perempuan, tapi lebih penting bagaimana membangun kesadaran untuk tidak melakukan kekerasan dan pelecehan dari pacar misalnya, kerabat dekat atau masyarakat lainnya," jelasnya.

Sementara itu terpisah, Anggota DPRD Kaltim, Puji Setyowati turut berkomentar mencermati perempuan Kaltim terlebih di Kota Samarinda.

Menurutnya perempuan Kalimantan menunjukkan kualitas dan dedikasi. Meskipun terdapat kesenjangan. Perempuan sudah mulai dilibatkan kendati politik kouta 50 persen sebagai afirmasi action tidak sepenuhnya digunakan.

Pun anggota dewan fraksi partai Demokrat itu menambahkan, seyogyanya kaum perempuan juga mementingkan keluarga tanpa menanggalkan tanggungjawabnya terhadap pekerjaan.

Terlebih kepada kaum muda milenial, Ibu dua anak dari pasangan Wali kota Samarinda Syaharie Jaang itu penting untuk memperhatikan kualitas ilmu pengetahuan untuk meningkatkan mutu dan derajat hidup dengan turut dibekali pendidikan karakter yang berakar dari jati diri bangsa.

Hal itu menurutnya dapat turut menangkal perempuan menjadi korban kejahatan cyber ditengah majunya teknologi informasi dengan tetap menjaga pergaulan antar sesama.

Selain itu perempuan membutuhkan kesempatan bersama keluarga terlebih kepada anak - anaknya.

Melalui sosialisasi Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah ASI guna memastikan fasilitas ibu dan anak mendapatkan ruang privat menyusui kendati berada di tempat publik.

Puji biasa dia sapa, turut memperhatikan perencanaan kondisi perempuan pekerja menjadi lebih baik. Hal itu bukan tanpa alasan, dari temuan reses yang dilakukanya di dapil Kota Samarinda, menemukan pekerja perempuan di sektor jasa minim perhatian dari perusahaan pemberi kerja yakni, cuti haid dan melahirkan. Laporan cuti yang tidak dibayar menjadi persoalan yang menurutnya menjadi perhatian perusahaan dan pemerintah.

"Sesuai UU Ketenagakerjaan, Komisi 4 akan lebih intens memvisit perusahaan jasa di Kota Samarinda yang memperkerjakan perempuan dengan meninjau perjanjian kerja bersama apabila ada hak pekerja perempuan yang tidak dipenuhi," tegasnya.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Anggota DPRD Kota Samarinda, Damayanti menjelaskan, berdasarkan laporan dari masyarakat yang cukup menjadi perhatiannya dan mesti diselesaikan adalah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (Kdrt).

Walaupun menurut ibu dari empat anak itu banyak perempuan yang enggan melaporkan kepada penegak hukum karena masih dianggap hal tabu dan masih bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Walau begitu, Damayanti turut memberikan dorongan kepada perempuan untuk berani melaporkan agar watak kekerasan itu tak tumbuh subur dalam lingkungan.

"Karena ini menyangkut hak asasi lembaga terkait punya kepentingan yang sama agar kasus kekerasan itu tidak terulang kembali," ucap Damayanti anggota Dewan Komisi 4.

Menjadi tugasnya di bidang kesejahteraan, turut menjadi sorotan masalah ketenagakerjaan terkait jam lembur pekerja perempuan yang melebihi batas ambang lantaran target produksi manajemen perusahaan.

Temuan langsung itu saat dirinya melakukan kunjungan ke perusahaan pengolahan plywood di Kecamatan Harapan Baru yang pekerjanya disebutnya 90 persen pekerja perempuan.

"Kepada perempuan untuk berani menyuarakan keadilan, karena setiap anak lahir dari ibu,"tandasnya.

Terpisah ditemui dilokasi aksi IWD bundaran taman Samarendah (Eks Jalan Milono) Putri Kalua dalam momentum hari perempuan sedunia menyerukan untuk melawan segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual.

Selain itu mengusut tuntas kasus kematian anak di lubang tambang sebagai bukti memberikan keadilan kepada ibu.

Dampak kerusakan ekologi juga disebut Mahasiswi Fisip, Unmul itu berakibat terhadap kebutuhan dapur turut tercemar dan penurunannya kondisi kesehatan tak hanya perempuan namun juga seluruh masyarakat.

"Hal yang juga mendesak adalah mensahkan RUU PKS menjadi UU sebagai payung hukum kepada perempuan," ungkap Putri sapaannya.

Ditambahnya lagi, kekerasan dan pelecehan seksual dalam lembaga pendidikan dan ruang kerja wajib menjadi perhatian penegak hukum dan tidak mengangap remeh persoalan itu.

Hal ini mengingat kerapnya pernyataan penegak hukum di luar kontek yang seolah mendiskriditkan aktivitas perempuan yang disebutnya menjadi korban dari pelaku kejahatan." cukup sulit mendapat keadilan.

Dengan begitu kami sadar, dukungan dari solidaritas elemen masyarat jauh lebih penting untuk memperjuangkan tuntutan keadilan, ekonomi, politik," bebernya.

Perayaan dengan pelbagai ekpresi beragam itu dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2020 itu bukan tanpa alasan pada tanggal 8 Maret 2020.

8 Maret adalah kalender tanggal yang tidak biasa bagi aktivis perempuan pro demokrasi sejagat, momentum itu kerap digunakan pejuang kesetaraan turun ke jalan menuntut kemerdekaan.

Perayaan itu sebelumnya bermula dari buruh perempuan yang bekerja di pabrik tekstil berdemonstrasi pada 8 Maret 1857 di New York, Amerika Serikat.

Unjukrasa (Unras) itu bertujuan untuk melawan upah buruh yang rendah, namun demonstrasi tak berjalan lancar dan dibubarkan secara paksa pihak kepolisian.

Kemudian pada tanggal 8 Maret 1907 hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai peringatan terhadap kasus pembubaran tersebut.

Era industrialisasi itu berbanding lurus dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja baik laki - laki dan perempuan. Pusat industri menjelma menjadi Kota yang kemudian, menarik penduduk Desa untuk mendapat kehidupan yang layak.

Sejarah kembali mencatat, IWD pertama kali digelar sebagai perayaan nasional di New York pada 28 Februari 1909.

Sejumlah negara Eropa merayakannya pada 8 Maret pada 1914 untuk mendukung perjuangan kaum perempuan dengan membangun solidaritas dimana disaat bersamaan, gerakan perempuan turut menolak perang dunia pertama.

Bagaimana tidak, peran ganda sebagai buruh dan ibu rumah tangga terpaksa dilakoni lantaran para suami diwajibkan ikut maju di medan perang dunia. Bahkan tak sedikit perempuan kehilangan suami dan anaknya.

Perang semakin berkecamuk, walhasil produksi buruh pun semakin ditingkatkan pada masa perang. Bukannya kesejahteraan, kondisi buruh perempuan semakin melarat. Unjukrasa dan mogok kerja semakin masif dilakukan, tak ada kesejahteraan dalam kecamuk perang membuat perempuan tak hanya menuntut pemenuhan ekonomi, lebih dari itu, gerakan perempuan mulai terjun dalam ruang politik. Kemudian berlanjut di Uni Soviet, Hari Perempuan dijadikan sebagai hari libur pada tahun 1965.

IWD itu berlanjut kepada pengakuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menjadi perayaan global 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional pada tahun 1975. Pada 8 Maret 2020, IWD tetap menjadi momen menyuarakan tuntutan politik perempuan terlebih di Kota Samarinda. (Redaksi Politikal.id)

Tag berita:
Berita terkait