POLITIKAL.ID - Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi dalam lanjutan sidang gugatan dua perkara pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 19 ( Perpu Covid-19 ) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan pada Rabu, 20 Mei 2020.
Sidang digelar pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Pleno MK dengan agenda mendengarkan keterangan dari termohon, yakni DPR dan Presiden. Para menteri tersebut hadir sebagai perwakilan dari Presiden Joko Widodo. Namun, tak ada satu pun perwakilan DPR yang hadir.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Anwar Usman meminta klarifikasi kepada pemerintah sebagai termohon. Pasalnya, Perpu yang digugat belakangan dikabarkan telah disahkan menjadi Undang-Undang.
"Sesuai dengan surat yang MK kirim ke DPR maupun ke Presiden, mahkamah hanya ingin meminta klarifikasi dari Presiden maupun DPR keberadaan dari Perpu ini. Bagaimana di DPR prosesnya, apakah sudah disetujui atau tidak. Walaupun di media DPR sudah menyetujui. Tapi surat itu kami kirim sebelum disahkan menjadi Undang-Undang," kata Anwar di awal rapat.
Sri Mulyani menyatakan bahwa Pemerintah telah mengesahkan persetujuan DPR dari Perpu nomor 1 tahun 2020 menjadi Undang-Undang. Persetujuan DPR itu, kata dia, diambil dalam rapat Paripurna ke 15 masa sidang 3 tahun sidang 2019/2020 hari Selasa, 12 Mei 2020.
"Tercantum dalam lembaran negara tahun 2020 nomor 134, tambahan lembaran negara nomor 6516 dan selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020," kata Sri Mulyani.
Anwar pun menanyakan sikap dua pemohon terkait hal ini. Pasalnya, gugatan yang mereka ajukan adalah terhadap Perpu. Kuasa Hukum pemohon perkara 23, Ahmad Yani, menyerahkan keputusan ini kepada majelis hakim.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada majelis untuk memutuskan ini. Kedua, karena ini sudah menjadi Undang-Undang, mungkin kami akan mengajukan gugatan baru nanti," kata Ahmad Yani yang juga mewakili Amien Rais dalam gugatan tersebut.
Ia mengatakan sebenarnya ia dan timnya telah menyiapkan keterangan ahli jika majelis memutuskan melanjutkan persidangan. Ia bahkan para ahli itu telah dibagi ke dalam beberapa macam kluster. Mulai dari kluster eknomi hingga hukum pidana.
"Dan kluster terakhir sebagai mana amanat dan arahan dari majelis panel adalah kluster yang mengerti tentang hukum islam," kata Ahmad Yani.
Kuasa hukum lain, Zaenal Arifin Husein, mengatakan menerima jawaban pemerintah. Namun ia menyoroti langkah DPR maupun pemerintah yang dinilai terlalu cepat dalam mengambil keputusan tersebut.
"Itu luar biasa. Kami menilai sebagai logika politik. Jadi ketika hukum sudah tercampur dengan logika politik, ini akan mencederai prinsip-prinsip negara hukum," kata Zaenal.
Kuasa hukum dari pemohon 24, Kurniawan Adi Nugroho, juga menyerahkan langkah lanjutan gugatan ini pada majelis. Pemohon 24 ini terdiri dari Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) hingga Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dam Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Majelis hakim pun memutuskan akan membawa hal ini ke dalam rapat permusyawaratan hakim atau (RPH). Hakim lain, Arief Hidayat, menyetujui usul dari pemohon 24 agar pemerintah mengirimkan berkas pelengkap mengenai perundang-undangan tersebut.
"Segera dikirimkan kepada mahkamah melalui kepaniteraan. Setelah itu maka rapat putusan hakim akan menindaklanjuti dan menentukan bagaimana sikap Mahkamah terhadap apa yang sudah dimintakan klarifikasi pada sidang hari ini," kata Arief. (*)
Artikel ini telah tayang di Tempo.co dengan judul "Perpu Covid-19 Jadi UU, Gugatan Amien Rais Cs Terancam Digagalkan"