Sabtu, 23 November 2024

Soal Kebijakan Lockdown, PKS: UU Kekarantinaan Kesehatan Tak Dijalankan, Presiden Berpotensi Langgar Konstitusi

Selasa, 24 Maret 2020 22:4

Presiden Joko Widodo. (Biro Pers Setpres).

POLITIKAL.ID - Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Fathul Bari, menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo berpotensi melanggar konstitusi bila tidak menjalankan aturan yang tertuang di Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam penanggulangan penyebaran virus corona (Covid-19). Khususnya soal kebijakan lockdown yang tertuang di dalam undang-undang tersebut.

Menurutnya, melaksanakan ketentuan yang tertuang di UU Kekarantinaan Kesehatan adalah bentuk dari perwujudan sumpah seorang presiden yang bersumpah memenuhi kewajiban sebagai presiden dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan menjalankan segala regulasi serta peraturannya dengan selurus-lurusnya.

"Jika UU (Kekarantinaan Kesehatan) tidak dijalankan, maka Presiden bisa berpotensi melanggar konstitusi," kata Fathul dalam keterangan persnya yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (24/3).

Dia menjelaskan UU Kekarantinaan Kesehatan sudah mengatur secara detail tentang berbagai hal yang dibutuhkan dalam penanggulangan penyebaran virus corona saat ini.

Mulai tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban, kedaruratan kesehatan masyarakat, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk, penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, dokumen karantina kesehatan, sumber daya kekarantinaan kesehatan, informasi kekarantinaan kesehatan, pembinaan dan pengawasan, penyidikan, hingga ketentuan pidana.

Menurutnya, hal ini juga sejalan dengan dorongan dari Presiden PKS Sohibul Iman agar Jokowi segera menerapkan kebijkan lockdown atau penutupan akses keluar-masuk wilayah tertentu.

Aturan soal lockdown tertuang dalam Pasal 1 angka 10 UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 1 angka 10 UU Kekarantinaan Kesehatan itu berbunyi, 'Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.'

"Presiden PKS dalam berbagai kesempatan sudah mendorong adanya lockdown, setidaknya secara parsial, terutama di daerah terdampak. Bahkan jika merujuk pada UU Kekarantinaan Kesehatan, lockdown menjadi bagian dalam UU tersebut dan bisa dianggap sebagai karantina wilayah," ujar Fathul.

Dia menyatakan atas dasar itu, UU Kekarantinaan Kesehatan sudah cukup untuk Indonesia dalam menyikapi langkah Badan Kesehatan Dunia atau WHO yang telah menetapkan penyebaran virus corona sebagai pandemi global beberapa waktu silam.

Pasalnya, menurut dia, penyebaran virus corona yang terjadi di Indonesia saat ini sudah bisa dikategorikan sebagaimana definisi yang tertuang di dalam UU Kekarantinaan Kesehatan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 angka 2.

Pasal 1 angka 1 mengatur tentang karantina wilayah dilakukan untuk mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kemudian, pada Pasal 1 angka 2 menyebut bahwa kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kejadian yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.

"Maka, sudah jelas bahwa penyebaran virus corona dapat dikategorikan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia, sehingga pemerintah memiliki alasan untuk melakukan karantina di wilayah Indonesia dengan menjalankan UU Kekarantinaan Kesehatan," ujar Fathul.

Di satu sisi Jokowi sebelumnya menyatakan hingga saat ini belum berencana melakukan lockdown. Ia beralasan telah mempelajari karakter hingga dampak sejumlah negara di dunia yang melakukan lockdown.

"Ada yang bertanya kenapa kebijakan lockdown tidak dilakukan. Perlu saya sampaikan setiap negara punya karakter yang berbeda-beda, budaya yang berbeda-beda, kedisiplinan yang berbeda-beda, oleh sebab itu kita tidak memilih jalan itu," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait pandemi Covid-19 melalui siaran langsung di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (24/3).

Jokowi menegaskan, saat ini di Indonesia masih menerapkan physical distancing atau jaga jarak. Penyebutan istilah ini berubah dari sebelumnya yakni social distancing.

Ia meyakini jika imbauan jaga jarak dilakukan maka persebaran Covid-19 dapat dicegah. Namun Jokowi mengingatkan, perlu disiplin yang kuat untuk menerapkan physical distancing.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus positif virus corona di Indonesia terus naik. Per Selasa (24/3) jumlah kasus positif sudah mencapai 686 kasus. Dari jumlah itu, sebanyak 55 orang meninggal dunia dan 30 orang sembuh. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "PKS soal Wabah Corona, Jokowi Berpotensi Langgar Konstitusi"

Tag berita:
Berita terkait