Sabtu, 23 November 2024

Tentukan Nasib Partai di 2024, Ini 3 Opsi Ambang Batas Parlemen dalam RUU Pemilu

Selasa, 9 Juni 2020 1:53

ilustrasi

POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang tiga opsi terkait ambang parlemen.

Tiga opsi terkait ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) dalam pembahasan dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedang digodok oleh Komisi II DPR.

Tiga opsi itu adalah tetap di angka 4 persen, naik menjadi 7 persen, atau ambang batas yang berjenjang.

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah syarat perolehan suara bagi partai politik untuk bisa mendapat kursi di DPR.

Parliamentary threshold dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang sekarang masih sah berlaku adalah 4 persen.

Jika partai peserta pemilu tidak mampu meraih suara 4 persen secara nasional, maka suaranya hangus dan tidak mendapat kursi di parlemen.

Contohnya dialami oleh Partai Berkarya, Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo serta Hanura dalam Pemilu 2019 lalu.

Saat ini, Komisi II DPR tengah menggodok kembali UU tersebut untuk direvisi.

Sejumlah fraksi partai politik di DPR memiliki pendapat yang berbeda-beda.

Sembilan partai politik yang masuk ke Senayan untuk periode 2019-2024 terbelah ke tiga tersebut dengan berbagai alasan.

Bahkan, beberapa parpol menyatakan sikap yang berbeda atau di luar tiga opsi tersebut.

Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) menganggap parliamentary threshold tidak perlu dinaikkan alias tetap di angka 4 persen.

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan menyatakan bahwa 4 persen merupakan angka yang realistik dan bijak untuk diterapkan sebagai PT. Pada Pemilu 2019 lalu, Partai Demokrat memperoleh 7,70 persen.

"Menurut hemat kami, angka PT 4 persen adalah angka yang realistik dan bijak untuk diterapkan," kata Ossy saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (9/6).

Dia menerangkan bahwa parliamentary threshold yang diberlakukan untuk penyederhanaan partai di parlemen harus mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat.

Menurutnya, semakin besar PT yang diberlakukan maka semakin besar pula kemungkinan suara rakyat yang terbuang atau tidak terakomodir.

"Partai Demokrat berpandangan bahwa, kalau pun PT diberlakukan untuk penyederhanaan partai di parlemen, harus mempertimbangkan keterwakilan suara rakyat," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk dan beragam.

Menurutnya, berbagai perbedaan itu harus diakomodir dengan baik.

Berangkat dari itu, Ossy berkata, hitung-hitungan secara cermat terkait angka yang tepat dengan pertimbangan demokrasi keterwakilan terkait angka besar parliamentary threshold harus dilakukan.

Partai Demokrat yang kini diketuai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak parliamentary threshold dinaikkan menjadi 7 persen (Dok. Partai Demokrat)

Senada, Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi menyatakan bahwa menaikkan parliamentary threshold akan membuat semakin banyak suara yang hangus atau hilang sia-sia karena Indonesia menerapkan sistem proporsional.

Menurutnya, PPP memilih agar parliamentary threshold tetap empat persen atau tidak dinaikkan untuk Pemilu 2024 mendatang.

Pada Pemilu 2019 lalu, PPP memperoleh 4,52 persen suara nasional.

"Kalau PT dinaikkan semakin banyak suara yang hangus dan semakin meningkatkan disproporsionalitas," kata Arwani.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno menyatakan bahwa partainya akan mempertahankan PT tetap 4 persen.

Diketahui, PAN meraih 6,80 persen pada Pemilu 2019 lalu.

"Kita per hari ini sesuai arahan Zulkifli Hasan [Ketua Umum PAN], kita ingin tetap mempertahankan itu di 4 persen karena dengan 4 persen rasanya suara-suara masyarakat, konstituen, sudah terwakili dengan baik meskipun masih ada yang belum tertampung," kata Eddy.

Menurutnya, parpol harus kembali pada konsep demokrasi dalam upaya menaikkan PT, di mana keterwakilan suara harus ditampung, dihargai, serta diperjuangkan.

Eddy berkata, sekitar 13,5 juta suara yang tidak terwakili di DPR pada Pemilu 2019 silam karena ada beberapa partai yang tak lolos parliamentary threshold.

"Ini kalau memang mau dinaikkan PT lebih tinggi lagi, dikhawatirkan semakin banyak suara dari pemilih itu yang tidak akan terwakili nanti ke depannya," ujarnya.

Meski begitu, Eddy mengatakan, PAN terbuka untuk berdialog dengan partai-partai yang mengusulkan kenaikkan parliamentary threshold.

Sementara itu, opsi kedua yang menaikkan PT menjadi 7 persen mendapatkan dukungan dari Partai NasDem dan Partai Golkar.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh sudah mendiskusikan hal tersebut dalam pertemuan di Kantor DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat, 9 Maret 2020.

Airlangga berkata bahwa kenaikan PT merupakan gagasan yang baik dan Partai Golkar mendukungnya. Pada Pemilu 2019, Golkar mendapat 12,31 persen, sementara NasDem meraih 9,05 persen suara nasional.

"Terkait dengan parliamentary threshold ada usulan dari Pak Surya bahwa PT [sebesar] 7 persen. Partai Golkar juga melihat ini suatu yang bagus dan akan mendukung konsep tersebut," kata Airlangga dalam konferensi pers kala itu.

Partai Gerindra belum menentukan sikap hingga saat ini.

Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan bahwa rencana kenaikan PT dari 4 menjadi 7 persen sempat dibahas dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada Sabtu (6/6) lalu.

Namun, menurutnya, keputusan final Partai Gerindra ihwal hal tersebut akan disampaikan jelang pembahasan dengan pemerintah.

Diketahui, Gerindra memperoleh 12,57 persen suara nasional pada Pemilu 2019 lalu.

"Keputusan final akan disampaikan jelang pembahasan dengan pemerintah. Kader banyak mengusulkan terbuka dan PT kami juga melihat sampai saat saat akhir pendapat partai di DPR dan masukan masyarakat," tutur Sodik.

PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019 merekomendasikan agar PT naik menjadi 5 persen.

Rekomendasi itu diambil partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP yang dihelat Januari 2020.

PDIP memperjuangkan agar perubahan UU Pemilu bisa mengembalikan Pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup dan peningkatan PT sekurang-kurangnya 5 persen, serta pemberlakuan ambang batas parlemen secara berjenjang yakni 5 persen untuk DPR RI, 4 persen untuk DPRD tingkat provinsi, dan 3 persen untuk DPRD tingkat kabupaten/kota.

Diketahui, pada Pemilu 2019 lalu, PDIP memperoleh 19,3 persen. Paling tinggi dibanding partai peserta pemilu lainnya.

"Itu dalam rangka mewujudkan presidensialisme dan pemerintahan efektif dan penguatan serta penyederhanaan sistem kepartaian serta menciptakan pemilu murah," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto ketika itu.

Berbeda, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa PKB tidak masalah dengan rencana kenaikan PT dalam RUU Pemilu.

Namun, katanya, PKB mengusulkan agar kenaikan hanya sebesar 1 persen saja.

"PKB mengusulkan 5 persen sebagai pilihan moderat, agar tidak terlalu drastis kenaikannya," ucap Yaqut.

Ia berharap besaran 5 persen tersebut berlaku nasional. Artinya 5 persen juga berlaku untuk ambang batas DPRD tingkat provinsi, dan DPRD tingkat kabupaten/kota. Pada Pemilu 2019 lalu, PKB mendapat 9,69 persen suara nasional.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera berkata bahwa partainya berpendapat bahwa parliamentary threshold dan ambang batas presiden harus sama yakni di 4,5 persen. Pada Pemilu 2019 lalu, PKS mendapat 8,21 persen suara nasional.

"Ambang batas untuk presiden sama dengan ambang batas untuk parlemen agar tidak ada barrier to entry. PKS usul ambang batas parlemen dan presiden sama di angka 4,5 persen," ucap dia.

Mardani menuturkan bahwa usulan parliamentary threshold naik menjadi 7 persen sebenarnya tidak masalah.

Namun, lanjutnya, Indonesia sedang memerlukan banyak suara sehingga keberagaman yang ada bisa terwadahi.

Menurutnya, PT sebesar 7 persen akan berpeluang membuat parpol berlandaskan Islam yang lolos ke Senayan di 2024 mendatang hanya berjumlah satu.

"Jika tujuh persen, partai Islam nanti yang lolos cuma satu, repot. Paling tidak ada dua, tiga partai Islam bisa saling mewarnai," tutur Mardani.

Parliamentary threshold sendiri terus bertambah. Pada Pemilu 2009, ambang batas parlemen adalah 2,5 persen suara.

Bertambah menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014 dan 4 persen pada Pemilu 2019.

Pemilu 2019 juga memiliki ciri yang berbeda, yakni pemilihan anggota legislatif dilangsungkan bersamaan dengan pemilihan presiden.

Tidak seperti sebelumnya ketika pileg dilakukan beberapa bulan terlebih dahulu.

Hasil suara pileg tersebut lalu dipakai sebagai patokan syarat presidential threshold.

Tidak seperti pada Pemilu 2019.

Lantaran pileg dan pilpres dihelat secara serentak, maka patokan suara sebagai syarat presidential threshold adalah hasil pemilu 2014. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Revisi UU Pemilu, Ada 3 Opsi Penentuan Nasib Partai di 2024"

Tag berita:
Berita terkait