Sabtu, 21 September 2024

Tidak Transparan dan Minim Partisipasi Publik, Akademisi Nilai RUU Ciptaker Langgar Asas Keterbukaan

Kamis, 23 April 2020 23:45

Foto ilustrasi penolakan RUU Omnibus Law Ciptaker. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

POLITIKAL.ID - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti mengatakan proses pembentukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) telah melanggar asas keterbukaan karena dilakukan secara tidak transparan dan minim partisipasi publik.

Ia menyebutkan berdasar Pasal 5 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Keterbukaan menjadi salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," kata dia saat Konferensi Pers bertajuk "92 Akademisi Menolak Omnibus Law yang ditayangkan Youtube LBH Jakarta, Rabu (22/4).

Lebih lanjut, kata dia, dalam Pasal 88 juga dijelaskan bahwa penyebarluasan oleh DPR dan Pemerintah dilakukan sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan RUU, pembahasan RUU hingga pengundangan UU.

Selain itu, Pasal 96 juga menjelaskan tentang partisipasi masyarakat dalam arti masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Sejatinya, keterbukaan, partisipasi dan penyebarluasan berkait langsung dengan asas demokrasi dalam pembentukan UU. Dengan kata lain, tanpa kehadiran salah satu dari ketiganya berarti menegasikan demokrasi," ucap dia.

RUU Cipta Kerja diyakini tidak hanya melanggar norma-norma pembentukan, kata dia, namun lebih prinsipil melanggar asas-asas utama penyelenggaraan negara yang ada dalam UUD 1945 serta melanggar etika atau moral konstitusi.

"Selama proses perancangan, pemerintah tidak pernah secara terbuka menyampaikan ke masyarakat, bahkan terkesan sembunyi-sembunyi. Publik baru dapat mengakses setelah RUU itu selesai dirancang oleh pemerintah dan diserahkan ke DPR," ujar dia.

Dalam tayangan tersebut juga dijelaskan bahwa sejak Maret hingga April 2020, tercatat sudah ada 92 akademisi yang menandatangani petisi online menolak Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Selain kalangan akademisi, sebelumnya juga banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil terkait Omnibus Law Ciptaker.

Bahkan, Puluhan ribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) disebut akan turun ke lapangan menggelar aksi pada 30 April mendatang jelang peringatan hari buruh atau May Day yang jatuh pada 1 Mei. Salah satu agenda tuntutannya yakni menolak RUU Omnibus Law Ciptaker. (*)

Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Akademisi Nilai RUU Ciptaker Langgar Asas Keterbukaan"

Tag berita:
Berita terkait