POLITIKAL.ID - Calon presiden (capres) Prabowo Subianto sempat mengungkapkan biaya politik di Indonesia mahal ketimbang negara-negara lain di dunia.
Prabowo membandingkan dengan ongkos politik yang dikeluarkan calon anggota parlemen di Eropa dengan di Indonesia.
Menurut Prabowo khususnya Inggris, para caleg hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 12 juta atau setara 500 poundsterling.
"Kalau di Eropa dan Inggris jadi anggota parlemen habisnya paling tinggi Rp 12 juta atau sekitar 500 poundsterling untuk anggota DPR. Kalian tahu kan di Indonesia berapa habisnya?" kata Prabowo saat menyampaikan orasi politik di hadapan Aliansi Advokat Indonesia Bersatu (AAIB) di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (11/3/2024).
Prabowo menegaskan sistem politik sekarang ini tidak sesuai dengan UUD 1945. Apalagi Prabowo mengaku timnya tak punya banyak modal dalam pencalonan di Pilpres 2024.
Menyadari ada yang tidak beres dengan ongkos Politik, Prabowo menegaskan butuh para ahli yang siap merancang kembali sistem politik di Indonesia.
"Insyaallah kalau Prabowo-Sandi dapat mandat saya butuh ahli-ahli hukum untuk membantu merancang kembali sistem politik kita.
Kita harus cari sistem politik yang memungkinkan kader-kader terbaik muncul tanpa biaya yang terlalu banyak," ungkapnya.
Terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menawarkan solusi atas keluhan Prabowo soal mahalnya ongkos politik di Indonesia.
Hasto Kristiyanto mengaku PDIP siap membuat ongkos politik menjadi murah, lewat sistem proporsional tertutup.
"Ya nanti kita buat murah, misalnya dengan sistem proporsional tertutup, itu murah," kata Hasto , Sabtu (9/3/2024).
Menurut Hasto, dengan menerapkan sistem proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih parpol saja tanpa nama caleg, hal itu akan membuat Pemilu lebih sederhana dan menjdi lebih hemat biaya.
Sekjend PDIP ini mengatakan proporsional terbuka pertama kali diterapkan pada 2009 lalu. Sehingga sejak saat itu, ongkos politik menjadi mahal.
"Itu (proporsional tertutup) mengedepankan sistem kita simplykasi. Mengapa menjadi mahal karena kejadian pada tahun 2009, ketika liberalisasi politik itu dilakukan tanpa nomor urut, padahal itu sebagai upaya untuk mengkooptasi," ungkapnya.
(REDAKSI)