POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Koalisi masyarakat sipil Kaltim memberikan masukan kepada pansus rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
Agenda pertemuan keduannya itu berlangsung di kantor DPRD Kaltim, Samarinda, Kamis (17/9/2020).
Kepada awak media, Dinamisator Jatam, Pradarma Rupang yang tergabung dalam aliansi menduga turunan dari program membawa masalah besar buat Kaltim.
Dirinya menyebut, belajar dari 2 dekade sebelumnya, seperti yang sudah - sudah RTRW itu dibuat untuk melayani permintaan dan kebijakan pusat.
"Berkaca dari situasi itu, jangan sampai pesisir, laut Kaltim dan pulau-pulau di Kaltim mengalami krisis, serupa di daratan," ujar Rupang sapaannya.
Lebih lanjut kata dia, cukuplah sudah pelajaran carut marut terkait menghadirkan perda RTRW sebelumnya yang telah ditetapkan.
Rupang beralasan, ada sejumlah fakta temuan yang dipaparkan. Bahwa saat ini tidak hanya NGO yang hadir, namun juga perwakilan nelayan tradisional, masyarakat pesisir.
"Dalam posisi ini kami mengapreasi pansus yang berani membuka diri dari pada Pokja klhs sebelumnya," imbuhnya.
Lebih lanjut kata dia, ternyata sejumlah temuan ini yang seharusnya dikedepankan kan lebih dulu.
Azas kepatutan sejumlah partai, yang seharusnya bisa mengakomodir bagaimana posisi nelayan masyarakat pesisir diprioritaskan terkait investasi, industri yang sama sekali sebut dia tidak berkepentingan dengan hal tersebut.
"Seharusnya pemerintah menyelematkan masyarakat dari ancaman covid dari pada menghabiskan urusan seperti ini, meskipun ini adalah kepentingan nasional sesuai amanat UU. Namun hal ini bisa ditunda karena ada sesuatu yang lebih genting terkait keselamatan publik yang seharusnya lebih prioritas dibanding investasi," kritik Rupang.
Lebih lanjut kata Rupang, ada cacat prosedur dari sejak 2018 sampai 2020 dimana pembahasan sebelumnya yakni Pokja klhs, SKPD dan perusahaan 90 persen adalah mereka yang memiliki kepentingan.
"Jelas saja, yang hadir sebelumnya bukan masyarakat pesisir yang tersebar di Kaltim yang hadir, itu problem besar. Keterlibatan hanya simbolik," pungkasnya. ( Redaksi Politikal - 001 )