POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Kejelasan menghirup udara bebas tahanan omnibuslaw Samarinda belum menunjukkan titik terang.
Dua mahasiswa asal kampus negeri Samarinda ditahan Polresta Samarinda pasca unjuk rasa menolak UU Cipta kerja Nomor 11 Tahun 2020 di depan pintu pagar DPRD Kaltim dengan tuduhan melukai dan membawa sajam tanpa izin.
Sampai hari ini, informasi yang diperoleh media ini. Hanya FR yang telah dipindahkan ke Rutan Sempaja, Sementara WJ masih di mako Polresta.
Penasihat Hukum (PH) FR, Ignasius Bernad Marbun menjelaskan dengan rinci bagaimana tim LBHnya mengajukan eksepsi.
"Kami melihat sidang perkara terdakwa dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU, Melati Warna Dewi sangat tidak maksimal karena fasilitas virtual tidak optimal didengar FR, dan itu terbukti saat sidang kemaren," ujar Bernad sapaannya, Kamis (28/1/2021) saat jumpa pers di Djong Book and Coffe, Jalan Perjuangan 2, Samarinda, Kaltim.
Dengan begitu kata dia, Pengadilan Negeri (PN) Samarinda melalui kebijaksanaan Majelis Hakim dengan diketuai Edi Totok, bisa menghadirkan kliennya disaat tahapan persidangan selanjutnya.
Selain itu tambah dia lagi, JPU dan Hakim bisa memberikan salinan berita acara perkara dakwaan FR sebagai dasar pengajuan eksepsinya.
"Sangat sulit sekali mendapatkan dokumen itu, padahal pasal 143 ayat 4 kuhap junto 72. Terkait turunan bap wajib diberikan ketika diminta ph. Jangan sampai ada kesan JPU dan Hakim menghalangi hak FR untuk mendapat pembelaan hukum, harusnya sebelum sidang digelar salinan itu kami pegang," tambahnya.
Selain itu, Bernard mengatakan kecewa dengan proses penetapan tersangka hingga saat ini yang tengah memasuki sidang dakwaan, di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Bernad sapaannya itu mengatakan, dugaan penyiksaan secara masif dilakukan polisi atau penyidik saat FR ditahan di mako Polresta Samarinda.
"Kami tim PH sama sekali tidak pernah ketemu dengan FR. Penyidik tak kooperatif, padahal kami sudah bersurat pada 9 November 2020 lalu agar FR diperiksa kesehatannya. Namun tidak digubris,"
Bernad menduga kuat, kliennya disiksa hingga merasakan sakit dibagian kepala. Keluhan sakit selama di sel tahanan polresta Samarinda itu disampaikan FR dari rekan satu kuliahnya. Untuk memastikan kebenaran tersebut, lbh mengajukan permohonan pemeriksaan namun sampai dengan dua bulan lebih, kepolisian tak menggubris permintaan lbh Samarinda.
"Ini ada apa, kok tidak ditindaklanjuti permohonan kita. Jelas kami bertanya dan menduga ponyidik sengaja mau menutupi kondisi FR," terangnya.
Lebih-lebih selama ini, hak leluasa berkomunikasinya dengan FR seolah ditutupi.
Dirinya berharap, dipindahkannya FR di Rutan Sempaja akan lebih memudahkan Bernad berkomunikasi selaku kuasa hukum, karena hak mendapatkan pembelaan telah dijamin UU.
Lain juga, FR yang masih menempuh studi di kampusnya Samarinda Seberang, akan melaksanakan ujian semester.
Sebagai informasi, FR akan kembali melangsungkan persidangan lanjutan pada hari rabu pekan depan. (001)