POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Revisi Perda No. 6 tahun 2012 tentang perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak di Kaltim terus digencarkan DPRD Kaltim.
Selasa (22/9) lalu, komisi IV DPRD Kaltim meminta masukan pada organisasi sosial yang konsen terhadap perlindungan anak.
Rencana revisi Perda tersebut dengan pertimbangan kasus kekerasan terhadap anak di provinsi Kaltim terus meningkat. Demikian juga beragamnya kasus yang belakangan muncul.
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak Indonesia (TRC PAI) memandang, 8 tahun jalannya Perda itu harus segera direvisi. Menyesuaikan ragam kasus dan perkembangan zaman.
"Termasuk sekarang adanya gadget, media sosial, fenomena perdagangan orang, prostitusi online. Banyak model kasus yang melibatkan dan menjadikan anak sebagai korban, sudah banyak sekali. Itu harus dikaji lagi,"jelas Rina Zainun, ketua TRC PAI Kaltim dikonfirmasi, Senin (28/09/20).
Rina Zainun mengatakan, dalam Perda tersebut belum diatur lebih rinci mengenai jaminan hak anak pada aspek Perlindungan Anak.
Selain itu, dalam Perda juga belum menjamin anak usia dini untuk mendapatkan pemahaman tentang kesehatan reproduksi usia dini. Jaminan hak anak untuk mendapatkan fasilitas yang ramah anak pun kata dia, belum ada.
Dirinya mencontohkan seperti di sekolah-sekolah itu belum ada suatu kewajiban baik tingkat TK ataupun PAUD hingga pada fasilitas publik toilet dengan konstruksi yang ramah anak.
"Yang kami lihat itu belum terakomodir didalam Perda. Makanya kami dorong harus ada jaminan perlindungan hak anak,"terangnya.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, dalam Perda itu belum ada aspek jaminan pemenuhan pendidikan bagi anak yang mendapat perlakuan kekerasan seksual hingga fisik untuk melanjutkan pendidikan.
"Diharapkan pada Perda yang baru itu ada jaminan dari pemerintah khusus korban untuk bisa mendapatkan beasiswa. Kalau bisa ada khusus memang kuota untuk anak anak yang menjadi korban,"tegasnya.
Sebelumnya Komisi IV DPRD Kaltim memandang perlu adanya lembaga khusus seperti KPAI di daerah Kaltim. TRC PAI pun sepakat dengan hal ini. Menurut Rina, di Kaltim belum ada lembaga yang khusus konsen bicara hak-hak anak.
"Kalaupun ada dia masih bergabung antara perempuan dan anak. Sementara kedua itu doamainya berbeda cara penanganan,"terang dia.
TRC PAI Kaltim berharap, adanya komitmen pemerintah dalam membimbing serta pendampingan ketika anak yang menjadi korban. Saat keluar dari lembaga anak, memiliki pendampingan khusus.
"Jadi kalau misal ada anak yang berhadapan dengan hukum, paling mungkin Perda nya bicara jaminan bimbingan psikologi atau jaminan apakah gitu, misalnya pelatihan. Karena itu, apakah lingkungan bisa menerima, Keluarga bisa menerima. Nah itu kemudian kelihatan dari evaluasi fakta yang ditemukan di lapangan itu begitu,"papar Rina. ( Redaksi Politikal - 001 )