POLITIKAL.ID - Update terbaru dari tahun 2024 antara PT Harita Group dan msyarakat adat kawasan hutan adat Long Isun akhirnya menemui titik terang, Perusahaan kayu Harita Group telah mengumumkan komitmennya untuk tidak melakukan penebangan dan kegiatan komersial di wilayah Masyarakat Adat Long Isun, yang terletak di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.
Ini merupakan Kabar terbaru terkait perkembangan pengakuan hak-hak Masyarakat Adat dan konservasi lingkungan yang diamabil hasil dari advokasi selama satu dekade yang dilakukan oleh Masyarakat Adat beserta organisasi-organisasi lingkungan dan HAM.
Sebagai infromasi di tahun 2014, sebuah konflik besar terjadi ketika PT. Kemakmuran Berkah Timber (PT.KBT) dan PT.Roda Mas Timber Kalimantan (PT.RMTK), yang berada di bawah kendali konglomerat Harita Group, mulai menebang hutan adat masyarakat Long Isun tanpa Persetujuan Atas Dasar Informasi di awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA). Para pemimpin masyarakat mengambil sikap untuk mempertahankan hutan mereka dan dihadapkan pada intimidasi dan kriminalisasi.
Operasi penebangan di lapangan berhenti setelah konflik meningkat pada akhir tahun 2014 dan sebuah kesepakatan dicapai pada tahun 2018 yang mencakup komitmen dari PT. KBT, salah satu dari dua perusahaan untuk melakukan moratorium penebangan.
Namun, setelah kesepakatan tersebut, masyarakat Long Isun masih sangat khawatir bahwa di masa depan PT. KBT dan/atau PT. RMTK akan kembali menebang hutan-hutan tersebut atau mencari keuntungan dari konsesi mereka melalui skema lain dengan mengorbankan hak-hak Masyarakat Adat Long Isun, karena kedua perusahaan tersebut masih memiliki konsesi yang dialokasikan oleh pemerintah dan memberikan mereka hak untuk menebang 21.443 hektar hutan di wilayah mereka.
Menanggapi kuatnya tekanan masyarakat bersama koalisi LSM di Samarinda seperti Walhi Kaltim, AMAN Kaltim, LBH Samarinda, Pokja 30 dan Perkumpulan Nurani Perempuan (PNP), dan lembaga internasional lainya. Pada bulan Oktober 2023, Harita Group melalui perusahaan kayunya PT. RMTK, dan melalui perusahaan bisnis kelapa sawitnya, Bumitama Agri bekomitmen untuk menunda kegiatan penebangan.
“berkomitmen untuk menunda kegiatan penebangan (mempertahankan status quo) di wilayah yang diklaim oleh masyarakat Long Isun dan Naha Aruq.”
Pernyataan ini kemudian diikuti oleh Harita Group yang mengeluarkan pernyataan terbaru pada bulan September 2024 mengumumkan komitmen mereka untuk
“tidak melakukan aktivitas komersial apa pun” di wilayah Adat Long Isun dan bahwa “area tersebut ditandai sebagai zona terlarang untuk menghindari potensi eskalasi sengketa lahan yang ada”.
Pernyataan dari (Martha Doq/Direktur Eksekutif Perkumpulan Nurani Perempuan):
“Kami menyambut baik keputusan Harita Group untuk menghindari penebangan hutan di wilayah Long Isun, namun ini baru permulaan. Kami akan terus bekerja sama dengan masyarakat Long Isun untuk memastikan bahwa komitmen ini dihormati dan tidak ada lagi eksploitasi lebih lanjut atau upaya bisnis lainnya atas tanah mereka. Keberlanjutan yang nyata hanya mungkin terjadi ketika hak-hak masyarakat adat dilindungi dan masyarakat Long Isun mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum atas wilayah dan hutan adat mereka.”
Pengumuman ini merupakan berita baik bagi masyarakat Long Isun, yang secara konsisten menuntut pengakuan atas hak-hak tanah adat mereka. Sayangnya, pernyataan tersebut tidak diikuti dengan upaya perusahaan untuk mengeluarkan wilayah Long Isun dari izin konsesinya. Harita Group mengklaim bahwa hal tersebut “berada di luar cakupan PT. KBT dan PT. RMTK yang secara hukum dan operasional dapat menimbulkan konsekuensi negatif.”
Pada kenyataannya pemerintah Indonesia memang merupakan otoritas tertinggi dalam memberikan amandemen terhadap izin usaha apa pun, namun pemegang izin tetap dapat mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mengurangi area konsesinya sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Indonesia No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan. Jika perusahaan serius untuk menghentikan semua operasi bisnis di wilayah adat Long Isun dan mendukung upaya masyarakat menuju pengakuan hukum atas hutan adat mereka, memulai proses hukum ini akan menjadi sangat penting dan dapat mendukung percepatan pengakuan hukum masyarakat.
Pernyataan dari (Fathur Roziqin Fen, Direktur Eksekutif WALHI Kaltim):
Direktur Eksekutif WALHI Kaltim, Fathur Roziqin Fen mendorong pemerintah untuk segera menetapkan wilayah adat Long Isun ke dalam wilayah indikatif hutan adat
“Komitmen terbuka dari perusahaan ini seharusnya mendorong tindakan proaktif pemerintah daerah untuk mempercepat proses pengakuan masyarakat adat long Isun dan mendorong pemerintah pusat untuk segera menetapkan wilayah adat Long Isun ke dalam wilayah indikatif hutan adat,” ujarnya.
Ia mengatakan Walhi Kaltim tetap berkomitmen untuk terus bekerja bersama masyarakat Long Isun untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dihormati secara penuh, tidak hanya di atas kertas
"Kami akan terus memantau pelaksanaan pengakuan ini untuk mencegah perambahan lebih lanjut oleh industri dan memastikan bahwa masyarakat tetap memiliki kontrol penuh atas tanah mereka," pungkasnya.
(Redaksi)