POLITIKAL.ID - Pernyataan Jokowi yang menyebutkan Presiden boleh memihak dan kampanye, kini menuai polemik.
Partai Solidaritas Indonesia PSI menyinggung nama Megawati Soekarnoputri, sedangkan PDIP menyerahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan Jokowi tersebut dianggap sebagai hak setiap individu dalam menentukan pilihannya di Pilpres 2024.
Hal ini diungkapkan Sekertaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni.
"Pak Jokowi benar. Presiden dan Menteri sebagai tokoh publik adalah warga negara yang punya hak politik untuk mendukung capres dan parpol yang ia suka," ujar Raja Juli Antoni Kamis, (25/1/2024).
Ia menilai, keberpihakan Presiden kepada capres dan partai politik adalah hal yang lumrah di setiap negara, namun dilarang menggunakan fasilitas negara.
"Pagarnya adalah tidak menggunakan fasilitas negara untuk kampanye. Keberpihakan Presiden terhadap capres dan parpol bukan sebuah dosa," ujar Raja Juli Antoni.
Dalam hal ini, Sekjend PSI turut menyinggung Megawati Soekarnoputri dalam Pemilu 2004.
Raja Juli Antoni memuji Megawati Soekarnoputri selaku petahana (Presiden ke-5 RI) berkampanye untuk dirinya sendiri dan PDIP tanpa menggunakan fasilitas negara.
"Tidak ada masalah. Ibu Megawati sebagai tokoh politik ketika itu bisa membedakan dengan baik kapan berlaku sebagai presiden, calon presiden dan ketua umum partai. Ibu Mega saat itu tampaknya berhasil tidak menggunakan fasilitas dan uang negara untuk kampanye," ucap Raja Juli Antoni.
Di negara lain, Raja Juli Antoni menilai keberpihakan Presiden terhadap salah satu calon di Pemilu sudah lumrah terjadi.
Seperti yang dilakukan mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama ketika mendukung Hillary Clinton sebagai calon Presiden dari Partai Demokrat.
Iapun meminta masyarakat tidak perlu mempersoalkan pernyataan Jokowi terkait Presiden dan menteri boleh berkampanye.
"Ini sebuah praktik lazim di dunia politik yang tidak perlu dipersoalkan dan disesalkan," kata dia.
Bahkan menurut Raja Juli Antoni, sekalipun Jokowi nantinya berpihak pada capres nomor urut 2 dan mendukung PSI, adalah hak politik seseorang.
"Saya kira pernyataan Pak Jokowi ini idealnya beliau follow up dengan memberikan dukungan terbuka kepada paslon nomor 02 dan parpol nomor 15, PSI. Tidak masalah, tidak berdosa memberikan dukungan politik," ungkapnya.
PDIP Serahkan ke MK
Sementara itu, politikus PDIP Adian Napitupulu menyerahkan pernyataan Presiden Jokowi soal keberpihakan dan kampaye kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Politikus yang juga menjabat sebagai Wakil Deputi Kinetik Teritorial Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud menilai MK harus memperjelas tafsir Pasal 299 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Pemilu.
Adian berpendapat, tafsir pasal tersebut seharusnya diperjelas, bnerlaku untuk petahana yang maju capres atau tidak?
"Ini menurut saya yang harus kita perdebatkan lebih panjang, kenapa di Pasal 301-nya UU Pemilu juga dikatakan bahwa presiden yang menjadi calon presiden, artinya tafsir terhadap ini harus diselesaikan oleh MK," kata Adian Napitupulu dalam talkshow Satu Meja The Forum yang tayang di Kompas TV, Rabu (24/1/2024).
Pasal 301 UU Pemilu itu berbunyi, presiden atau wakil presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon presiden atau calon wakil presiden dalam melaksanakan kampanye pemilu presiden atau wakil presiden memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai presiden atau wakil presiden.
Adian mengatakan saat ini terdapat gugatan di MK menyangkut Pasal 299 UU Pemilu.
Gugatan tersebut, kata Adian menjadi bentuk ujian bagi semua pihak, termasuk ketiga kubu capres dan cawapres, presiden, menteri di Kabinet Indonesia Maju, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Apakah benar semua kalimat-kalimat yang indah itu yang bagus itu betul-betul kita laksanakan atau lips service? Ini waktunya termasuk untuk menguji MK," ungkap Adian Napitupulu.
(REDAKSI)