POLITIKAL.ID - Berita Nasional yang dikutip POLITIKAL.ID tentang catatan merah PKS di satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberikan tujuh catatan merah untuk setahun pemerintahan di periode kedua Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Selasa (20/10) kemarin.
Catatan pertama, dia membeberkan, terkait masalah penegakan hukum, khususnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani terdakwa kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra.
Ia mengkritik kinerja pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri yang diberitakan meminta kenaikan gaji dan ingin mengadakan mobil dinas.
Sementara terkait kinerja Kejagung, Mardani mengkritik langkah institusi pimpinan Sanitiar Burhanuddin tersebut karena belum membongkar seluruh pihak yang terkait dengan Djoko Tjandra.
"Peranan KPK lebih sibuk dengan berita naiknya gaji pimpinan dan rencana pemberian mobil dinas yang sebenarnya bertentangan dengan konsep single salary-nya KPK. Lalu penanganan kasus Djoko Tjandra yang belum membongkar semuanya kian menunjukkan kondisi penegakan hukum yang masih jauh dari harapan," kata Mardani lewat akun Twitter miliknya, @MardaniAliSera, Rabu (21/10).
Catatan kedua, soal kebebasan berekspresi.
Mardani berkata, berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) terdapat 157 kasus terkait kebebasan berekspresi dalam satu tahun terakhir.
Dia juga bilang, sejumlah aktivis ditangkap dengan tuduhan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam satu tahun ke belakang.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mendudukkan proporsi masalah sesuai dengan hak dasar kebebasan menyampaikan pendapat dan hak berserikat.
Kemudian, catatan ketiga terkait pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang menjadi skandal karena memicu demonstrasi hingga saat ini.
Menurutnya, pembentukan UU Ciptaker memperlihatkan secara jelas nilai-nilai demokrasi tidak diinternalisasi dalam tata kelola pemerintahan dan proses legislasi yang seharusnya menjadi wadah penampung aspirasi publik.
Mardani berkata, pembahasan UU Ciptaker semakin menjadi catatan merah bagi pemerintahan Jokowi karena pembahasannya dilakukan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Menurutnya, langkah itu membuat pembahasan UU Ciptaker minim partisipasi masyarakat.
"Pembahasan selama pandemi membuat terbatasnya partisipasi masyarakat dalam memberi masukan, koreksi, maupun penyempurnaan UU tersebut, bahkan cenderung tertutup minim transparansi," ucap Mardani.
Catatan merah kelima, terkait langkah pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Menurutnya, ketidakselarasan pemerintah pusat dan daerah dalam menyikapi Covid-19 telah beberdampak pada proses pembagian bantuan sosial sampai menimbulkan kesimpangsiuran data masyarakat yang berhak menerima.
Mardani juga menilai, pola penanganan yang tidak sistematis dan tidak diikuti kebijakan publik berbasis sains yang dilakukan pemerintah telah membuat angka penyebaran Covid-19 terus mengalami peningkatan hingga saat ini.
"Kerap kali mengotak-atik Gugus Tugas ketimbang memperkuat Kemenkes dan Kemendagri. Imbasnya angka Covid-19 kian mengkhawatirkan," tuturnya.
Catatan merah keenam ada di bidang ekonomi.
Menurutnya, kebijakan Jokowi yang pro masyarakat miskin masih jauh panggang dari api.
Hal itu terlihat dari data yang dibeberkan salah satu media massa di Indonesia yang menyatakan bahwa angka kemiskinan pada Maret 2020 9,78 persen atau 26,42 juta orang.
Jumlah ini naik 0,37 persen dari kondisi Maret 2019.
Catatan terakhir, Mardani menagatakan bahwa sejumlah kementerian di pemerintahan Jokowi masih terlihat gagap dan hilang fokus.
Mardani pun memberikan nilai 5 dalam skala 10 untuk satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Pandangan berbeda soal satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf sebelumnya disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Ia mengklaim arah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dalam satu tahun ke belakang selalu mengutamakan kebijakan yang melahirkan kesejahteraan rakyat.
Paket kebijakan itu menurut Moeldoko telah terangkum dalam lima arahan program kerja Jokowi untuk periode 2019-2024.
Kebijakan itu menurutnya bakal meletakkan fokus utama pada pembangunan sumber daya manusia (SDM).
"Pembangunan sumber daya manusia atau seluruh apa yang telah dicanangkan oleh Presiden adalah semua pro rakyat, tidak ada kemana-mana," kata Moeldoko dalam Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan TvOne, Selasa (20/10) malam.
Moeldoko merinci, lima arahan Jokowi itu ialah tentang pembangunan SDM, melanjutkan pembangunan infrastruktur dalam upaya menghubungkan area produksi dan pertumbuhan wilayah baru dan pariwisata, penyederhanaan regulasi atau peraturan, penyederhanaan birokrasi, serta transformasi ekonomi.
Moeldoko menjelaskan, kebijakan Jokowi yang berfokus pada pengembangan SDM telah dirangkum dalam program kerja yang meliputi jaminan kesehatan anak dan ibu, pencegahan stunting, hingga pendidikan anak melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Moeldoko juga mengklaim bahwa program andalan Jokowi terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah membantu jutaan orang di luar sana terkait jaminan kesehatan diri.
Pemerintah saat ini juga diklaim fokus kepada nasib para pencari kerja dan utamanya para pekerja yang kehilangan mata pencahariannya di tengah pandemi Covid-19. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "7 Catatan Merah PKS untuk Setahun Jokowi-Ma'ruf"