Sebut Ada Dugaan Korupsi Proyek Irigasi di Sepatin, Gempar Minta Hakim Putus Seadil - Adilnya Para Terdakwa
Minggu, 30 Mei 2021 20:57
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Anggana, Kutai Kartanegara (Kukar) disebut-sebut bermasalah sejak perencanaan. Dugaan korupsi dana proyek pun menyeruak ke publik. Karena itu, Senin (31/5/2021) belasan pengunjukrasa yang menamakan diri sebagai gerakan mahasiswa peduli uang rakyat (gempar) berdemo di depan pintu pagar PN Samarinda. Kordinator lapangan (Korlap) aksi, Nazar mengatakan rancangan kegiatan sudah rampung disusun. Namun baru diketahui jika proyek itu ternyata berada di kawasan konservasi hutan produksi. Bukannya menyunting ulang perencanaan, proyek jalan mulus meski berkubang bermasalah. Proyek yang menggunakan APBD Kukar tahun 2014 itu menjadi masalah, lantaran proses perencanaan yang tidak benar dikarenakan proyek irigasi desa Sepatin ini berada di kawasan hutan konservasi. Berdasarkan aturan yang ada, setiap kegiatan yang berada di kawasan hutan produksi harus di dukung izin pemanfaatan Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. "Meminta hakim memutuskan perkara proyek peningkatan irigasi desa Sepatin, Kutai Kertanegara seadil - adilnya," ujarnya menjelaskan seusai unras. Lanjut dia, permasalahan bukan hanya pada saat perencanaan saja, tetapi saat proses pekerjaan juga mengalami banyak permasalahan. Proyek itu ada 5 titik lokasi di Desa Sepatin, dan kontraktor pelaksananya adalah PT AP Indonesia. Berdasarkan informasi dan data yang mereka sampaikan, kegiatan proyek tersebut diduga ada penyimpangan dengan cara melakukan perubahan jenis pekerjaan dari Jaringan Irigasi menjadi Peninggian Tanggul Tambak. Bukan hanya itu saja kata dia, tetapi Penyimpangan juga terjadi dengan melakukan perubahan lokasi pekerjaan, dari lokasi sesuai gambar desain dan dokumen lelang, menjadi lokasi yang dilaksanakan pada kontrak fisik serta dimasukannya kedalam asset daerah. Padahal lokasi tersebut sama sekali bukan asset pemerintah daerah kutai kartanegara. "Meminta Hakim Pengadilan Negeri Samarinda yang menangani kasus korupsi peningkatan irigasi desa Sepatin yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,6 milyar, untuk memutuskan dan memerintahkan penyidik untuk mengembangkan kasus tersebut karena kuat dugaan masih ada oknum - oknum yang terlibat dalam kasus tersebut berdasarkan fakta persidangan," imbuhnya. Dengan begitu, maka kasus peningkatan irigasi di desa Sepatin yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 9,6 miliar itu mesti diusut tuntas. Dimana KPA saat itu berinisial MY yang sekarang menjadi Kadis Kukar, juga turut terlibat. Pernyataan kerugian negara itu, berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor : Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018 ini telah melewati proses penyidikan dan memasuki proses persidangan. Sebagai informasi, terdapat 3 tersangka yang sudah di tetapkan Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara yaitu Maladi (pejabat pembuat komitmen/PPK), Amiruddin (direktur PT Akbar Persada Indonesia/API), dan Moh Thamrin (pelaksana kegiatan PT API). Berdasarkan fakta – fakta persidangan diketahui bahwa kegiatan perencanaan dilaksanakan perusahaan CV Smart Teknik sebagai pemenang lelang dengan nilai Rp 417 Juta, melalui Pra Kualifikasi di LPSE Kutai Kartanegara tahun 2013. Dalam perencanaan juga di jelaskan ada 7 titik lokasi salah satunya Bayur. Ketujuh lokasi tersebut, dijelaskan masuk ke dalam kawasan hutan lindung yang dimana KPA Perencanaan tersebut adalah salah satu pejabat teras pemkab kukar yaitu MY sebagai Kabid Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kukar pada waktu itu serta menjadi penanggung jawab pembayaran setelah pekerjaan selesai. "Sudah sangat jelas, pekerjaan tersebut sudah berpindah lokasi dan berganti jenis pekerjaan yang seharusnya berganti pula desain perencanaanya. Tapi fakta berbicara berbeda, bahwa kegiatan tersebut tetap berjalan mulus meskipun tanpa mengubah perencanaan dan tidak memiliki izin dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia," tambah mahasiswa Untag tersebut. Unjukrasa itu mendapat tanggapan pihak PN dan menerima mediasi. Humas PN Samarinda, Nyoto Hindaryanto menjelaskan membenarkan sudah ada tiga terdakwa dan masih dalam proses persidangan. "Tentu kami tidak bisa mengomentari kasus yang sedang berjalan. Namun kami tetap menampung dukungan dari mahasiswa. Sebab segala yang bisa menentukan bersalah atau tidak adalah hakim, dan tidak ada pihak yang bisa turut campur. Saya ucapkan banyak terima kasih," terangnya singkat. (*)
Berita terkait