POLITIKAL.ID - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari menyebut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok asal bunyi (asbun).
Pernyataan itu dilontarkan M Qodari saat menjadi pembicara di Youtube Panangian Simanungkalit, Kamis (8/2/2024).
Qodari melihat kehadiran Ahok yang mundur dari Komisaris Utama Pertamina untuk mendukung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024 justru bisa menjadi blunder bagi pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden nomor urut 3 tersebut.
Tanda-tanda Ahok membuat blunder sudah terlihat ketika mantan Gubernur DKI Jakarta itu bertanya ke seorang ibu-ibu dalam sebuah pertemuan.
"Coba lihat ibu-ibu yang kemarin diwawancarai Ahok itu, dimarah-marahi begitu saya kira saya yakin begitu dia (ibu itu) pulang, malah tambah yakin memilih 02," kata Qodari.
Qodari juga menilai, kehadiran Ahok di kubu Ganjar-Mahfud diragukan untuk menggaet pemilih.
Pasalnya, keluarga Ahok sendiripun berbeda pilihan dengannya di Pilpres 2024.
"Dalam debat itu kan pak Ahok juga ngasi ilustrasi, adiknya sendiripun Fifi Lety, itu juga memilih Prabowo. Balik lagi, jangankan orang lain, adiknya Ahok sendiripun tidak sama pilihannya dengan dia," ungkap Qodari.
Qodari turut menyindir kelakuan Ahok yang mencibir Gibran tak bisa kerja dan mempermasalahkan dinasti politik.
Menurut Qodari, politikus PDIP itu sendiri berasal dari keluarga politik yang kental di Bangka Belitung.
"Ahok ini sebenarnya kalau bicara Belitung, dia dinasti politik. Banyak orang yang gak tahu. Karena di Belitung Timur itu kakaknya atau adiknya itu namanya Basuri Purnama pernah maju Bupati. Adiknya, Fifi Lety dan itu terpilih satu periode, periode kedua kalah dengan Yuslih kakaknya Pak Yusril. Adiknya, namanya Fifi Lety pernah maju Wali Kota, tapi kalah melawan petahana. Jadi sebetulnya Pak Ahok ini datang dari keluarga politik," ujar Qodari.
Sosok Ahok menurut Qodari sangat lekan dengan kontroversi, terutama dari cara bicaranya.
Qodari menganggap Ahok lebih cocok menangani swasta murni, ketimbang menjadi pejabat publik.
Bahkan ketika menjabat Komisaris Utama Pertamina, Ahok justru berkonfrontasi dengan Direksi.
"Waktu Ahok di Pertamina itu, saya menyarankan Ahok memakai juru bicara. Saya khawatir kalau beliau ngomong ke media nanti kebablasan dan kontroversial. Ternyata sempat muncul juga, misalnya dia mengatakan Direksi Pertamina kerjaannya menjilat Menteri aja, bagaimana Komisaris kok konfrontasi dengan Direksi?" ungkap Qodari.
Berikutnya, ulah kontroversi Ahok yang lain yaitu menyebut bantuan sosial (bansos) seperti sistem dalam kerajaan.
Qodari membantah pernyataan Ahok tersebut.
"Bansos itu sudah melalui proses persetujuan DPR. Ini kan jelas ngawur Ahok ini. Kalau raja gak ada persetujuan DPR. Bansos ini melalui proses ketatanegaraan. Saya yakin yang dengar Ahok ngomong bansos seperti sistem kerajaan, pasti marah," kata dia.
Diketahui Ahok sempat menyinggung pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Qodari tidak sependapat dengan Ahok yang menganggap Kalimantan Tengah lebih cocok jadi IKN ketimbang Kalimantan Timur.
"Gak ngerti lagi pak Ahok, gak semudah itu pak Ahok," ujar Qodari.
Ia tak menampik bahwa wacana pemindahan IKN itu ada di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Namun menurut Qodari, pemilihan Kalimantan Timur sebagai tempat IKN sangat tepat lantaran secara infrastruktur pendukung lebih maju ketimbang Kalimantan Tengah.
Qodari lantas meminta Ahok tak perlu membantah pernyatannya, sebab ia berasal dari Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah.
"Kenapa Kalimantan Timur harus dihitung? karena Kalimantan Tengah itu secara infrastrukturnya sangat-sangat ketinggalan. Sekarang saja dipindahkan ke Kalimantan Timur yang sudah memiliki infrastruktur pendukung bagus, angka yang dibutuhkan untuk membangun IKN itu besar, apalagi kalau dipindahkan ke Kalimantan Tengah," ucap Qodari.
"Pak Ahok jangan bantah saya, saya orang Palangkaraya, saya tahu itu lahan mau taruh dimana. Ahok ini asbun, ini benar asbun," tambahnya.
Ia juga membantah tegas pernyataan Ahok soal lahan yang dibeli pemerintah untuk membangun IKN.
Qodari berpendapat, lahan IKN berasal dari tanah negara.
"Negara gak ada beli untuk lahan itu. Saya agak yakin walaupun perlu dicek lagi. Bahwa di sekitar ibu kota harga tanah naik, itu soal lain lagi. Lahan yang mau dibangun untuk Istana Negara, kantor Menteri, rumah dinas itu lahan negara, gak ada cerita bayar itu bos," ungkap Qodari dengan nada tinggi.
Iapun berani menantang Ahok untuk membuktikan omongannya dan tidak asbun.
Qodari menantang taruhan satu unit mobil Alphard terkait hasil Pilpres 2024 mendatang.
"Saya ulangi lagi, saya tantang Ahok hadiah satu Alphard, yang menang Pilpres 2024 itu siapa? Kalau saya menang, abang bayar ke saya, kalau abang menang saya bayar ke abang," kata Qodari.
Qodari berani menantang Ahok karena merasa mantan Komisaris Utama Pertamina itu memiliki finansial yang besar.
"Ini gak mungkin bokek, kan Komisaris Utama Pertamina, gajinya gede, bonusnya juga gede. Walaupun sudah berhenti saya kira tabungannya sudah banyak," kata Qodari.
"Kalau gak berani jawab, pasti bukan karena bokek, tapi gak yakin dengan data dan teorinya sendiri. Kalau gak berani, Ahok omon-omon doang. Gak usah hadapi Pak Jokowi, hadapi Qodari aja," pungkasnya.
(REDAKSI)