POLITIKAL.ID - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie menyindir tajam gerakan yang digagas Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin seusai Pemilu 2024.
Menurut Jimly Asshiddiqie, gerakan yang digagas Din Syamsuddin itu hanya bersifat reaksi emosional, buntut kekalahan di Pilpres 2024.
Seperti diketahui, Din Syamsuddin berada di pihak calon presiden (capres) 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024.
Perolehan suara Anies-Muhaimin jauh di belakang Prabowo-Gibran yang kemungkinan besar memenangkan Pilpres 2024 sekali putaran.
Usai hasil quick count dirilis dan penghitungan real count KPU berjalan, mendadak Din Syamsuddin membentuk gerakan yang menolak hasil Pilpres 2024.
Din Syamsuddin membentuk membentuk Gerakan Penegakan Kedaulatan Rakyat (GPKR) dengan mengajak sejumlah tokoh penting di kubu capres 01, salah satunya mantan Menteri Agama, Jenderal (Pur) Fachrul Razi.
Gerakan Din Syamsuddin ini berkoar-koar menolak hasil Pilpres 2024 karena diangaap penyelanggaraanya penuh kecurangan.
Selain itu, Din Syamsuddin cs juga mendesak Presiden Jokowi mundur dari jabatannya.
Menanggapi riak-riak ini, Prof Jimly Asshiddiqie meminta agar Din Syamsuddin cs tenang dan mengikuti proses yang ada.
Bahkan Jimly menyindir Din Syamsuddin Cs sebenarnya adalah tokoh-tokoh pintar dalam keadaan normal, namun karena politik pintarnya hilang.
Sampai tokoh-tokoh besar, bintang 4, mantan Gubernur, mantan Menteri, mantan ketua ormas Islam besar, supaya agak tenang dikit. Dalam keadaan normal biasanya pintar, tapi kalau sudah kayak begini pintarnya hilang, emosinya yang mempengaruhi," ungkap Jimly Asshiddiqie dalam podcast YouTube PANANGIAN SIMANUNGKALI, Selasa (!2/3/2024).
Cara-cara yang ditempuh Din Syamsuddin Cs menurut Jimly tak berbeda jauh dengan politik jalanan.
"Emosi pakar sama orang jalanan mirip-mirip saja kalau sudah soal kekuasaan," ujarnya.
Dalam tayangan tersebut, Jimly Asshiddiqie juga prihatin dengan apa yang menimpa Presiden Jokowi setelah putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka ikut dalam kontestasi Pilpres 2024.
Menurut Jimly Asshiddiqie, publik dan para tokoh selama ini salah sasaran dengan mengalamatkan kebencian pada Jokowi.
Padahal, kata Jimly, Jokowi tidak terlibat dalam majunya Gibran sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.
"Yang menarik adalah, begitu Gibran dipilih oleh Prabwo, bapaknya (Jokowi) tidak melarang, marah orang. Maunya orang, bapaknya melarang dong, kan gak bisa begitu. Maka selama berbulan-bulan ini sejak ditetapkan (Gibran sebagai cawapres) yang dimarahi orang dicaci maki orang, Jokowi bukan Prabowo," kata Jimly.
"Jadi Prabowo itu menikmati, padahal dia yang membuat keputusan, yang kena marah (rakyat) Jokowi. Kasihan juga itu," tambah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ini sambil tertawa.
Meski demikian, Jimly tak menampik bahwa dengan semakin dibencinya Jokowi, justru memantik rakyat untuk memberikan dukungan pada Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Sehingga, menurut Jimly kemenangan Prabowo-Gibran bukan karena kecurangan, melainkan murni strategi politik.
"Orang semakin banyak marah dan benci kepada Jokowi, tetapi sebaliknya, yang mendukung dan mencintai dia ya makin banyak juga, sebanyak suara yang mendukung 02 itu," ujarnya.
Iapun mewanti-wanti kepada pihak yang kalah agar segera legowo.
Jika terus-menerus menyuarakan ketidakpuasan hasil Pilpres 2024 dengan menuding berbagai alasan, dikhawatirkan bakal memancing konflik dengan pendukung Prabowo-Gibran yang selama ini diam.
"Kalau ini dibiarkan emosi orang kalah ini, nanti lama-lama akan mengundang silent majority yang 60 prsen itu marah juga," ucapnya.
Jimly mengatakan, sudah saatnya elite politik move on dari hasil Pilpres 2024 dan tidak membuat kegaduhan.
Ia berharap pihak-pihak yang kalah menempuh jalur sesuai konstitusi, bukan politik jalanan.
"Ini kan psikologis politik saja. Para pemimpin, elite politik harus menyadari bagaimana move on walaupun pelan-pelan. Jangan melampaui proses yang harus dihormati ini sampai 20 Oktober," ungkapnya.
(REDAKSI)