Minggu, 24 November 2024

Tunda Pelaksanaan Pilkada Akibat Virus Corona Dimungkinkan dalam Undang-undang

Senin, 16 Maret 2020 23:38

Kebijakan menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di 270 daerah akibat wabah virus Corona (COVID-19) dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Ilustrasi/SINDOnews

POLITIKAL.ID - Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi menilai kebijakan menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di 270 daerah akibat wabah virus Corona (COVID-19) dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Untuk itu, dia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera memetakan daerah mana saja yang tidak memungkinkan melaksanakan tahapan-tahapan pilkada.

“Skema pelaksanaan pilkada jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan gangguan lainnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada telah memberi skema dan aturannya. Dalam konteks saat ini, persoalan virus Corona dapat masuk dalam kategori gangguan lainnya,” kata Arwani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin 16 Maret 2020.

Arwani mengatakan ada dua skema yang diatur dalam UU Pilkada, yakni skema pilkada lanjutan dan pilkada susulan. Pasal 120 Ayat 1 mengatur mengenai pemilihan lanjutan jika gangguan tersebut mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pilkada tidak dilaksanakan.

Pelaksanaan pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan pemilihan yang terhenti. Sementara Pasal 121 Ayat 1 mengatur tentang skema lainnya, yakni pilkada susulan.

“Skema ini dipilih jika gangguan tersebut mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan terganggu. Ini diatur di Pasal 121 Ayat 1 Undang-Undang Pilkada. Pelaksanaan pilkada susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan,” tuturnya.

Kemudian, Arwani melanjutkan, skema pilkada lanjutan atau susulan dalam Pilkada Gubernur (Pilgub) dapat ditempuh jika 40% jumlah kabupaten/kota atau 50% jumlah pemilih yang terdaftar tidak dapat menggunakan haknya.

Penetapan Pilgub lanjutan atau susulan dilakukan oleh menteri atas usul KPU Provinsi. Begitu juga skema pilkada lanjutan atau susulan untuk Pilkada Bupati dan Wali Kota, jika tidak dapat dilaksanakan di 40% jumlah kecamatan atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan lanjutan atau susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kabupaten/Kota.

“Keputusan pilkada apakah dilakukan dengan skema lanjutan atau susulan sangat ditentukan kondisi obyektif di lapangan. Pemetaan wilayah yang terpapar Corona menjadi relevan. Pemetaan ini tentu harus berbasis data yang valid dan dihasilkan dari koordinasi dengan stakeholder lainnya dengan mempertimbangkan aspek perlindungan masyarakat,” papar Wakil Ketua Umum PPP ini.

Selain itu, dia menambahkan, mengenai model kampanye juga telah diatur di Pasal 65 Ayat 1 seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka atau dialog, debat publik atau debat terbuka antarpasangan dan lain-lain.

"Apakah model kampanye dengan pertemuan terbatas dapat menjadi model yang dipilih di situasi paparan virus Corona, tentu pilihan tersebut tetap merujuk protokol yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO," tandasnya.

Karena itu, Arwani meminta KPU segera melakukan pemetaan daerah-daerah penyelenggaraan pilkada dengan menghitung kondisi obyektif daerah yang terkena sebaran virus Corona.

KPU harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait mengenai validitas data dan potensi atas paparan Corona.

“Kami menggarisbawahi pelaksanan pilkada harus tetap menomorsatukan perlindungan terhadap warga negara tanpa terkecuali atas ancaman virus Corona,” tandasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Penundaan Pilkada akibat Wabah Corona Dimungkinkan dalam Undang-undang"

Tag berita:
Berita terkait