POLITIKAL.ID - Berita Mancanegara yang dikutip POLITIKAL.ID tentang Yunani kembangkan industri pertahanan akibat sengketa eksplorasi migas dengan Turki.
Pemerintah Yunani dilaporkan berencana menambah persenjataan baru, menambah pengerahan tentara, dan mengembangkan industri pertahanan dalam negeri akibat sengketa eksplorasi migas dengan Turki di perairan Mediterania Timur.
Hal itu memicu kekhawatiran bahwa konflik terbuka akan pecah antara kedua negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tersebut.
"Pemimpin Turki hampir setiap hari menyatakan ancaman perang dan membuat pernyataan provokatif terhadap Yunani," ujar Juru Bicara Pemerintah Yunani, Stelios Petsas, seperti dilansir Associated Press, Rabu (9/9).
"Kami menanggapinya dengan kesiapan politik, diplomatik, dan operasional, (kami) bertekad untuk melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi hak kedaulatan kami," lanjutnya.
Petsas mengatakan Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, akan mengumumkan rincian rencana untuk penguatan militer dalam pidato terkait keadaan ekonomi tahunan pada Sabtu mendatang.
Media massa Yunani melaporkan pemerintah membidik sejumlah proyek pengadaan, antara lain rencana pembelian jet tempur Rafale dan setidaknya satu kapal perang kelas fregat buatan Prancis.
Petsas mengatakan, Mitsotakis akan bertemu dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, pada Kamis besok di sela-sela pertemuan di Corsica negara-negara Mediterania Uni Eropa.
Turki beserta Yunani dan Siprus bertikai atas hak eksploitasi minyak dan gas di Laut Mediterania timur.
Yunani dan Turki telah mengerahkan angkatan laut dan udara untuk unjuk kekuatan.
Pada Senin lalu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menyebut angkatan bersenjata Yunani "bobrok" dan meminta Athena untuk berdialog dengan Turki.
Dia juga mengkritik Uni Eropa yang mendukung Yunani dalam perselisihan tersebut.
"Saya menyarankan mereka, yang alih-alih duduk di sekitar meja bersama kami (berdialog), (tapi justru) menunjukkan pembangkangan dengan pasukan militer mereka yang bobrok untuk secara berhati-hati memeriksa upaya kami selama empat tahun terakhir," kata Erdogan setelah pertemuan kabinet.
"Turki akan terus mengikuti kebijakan yang ditentukan dan aktif di Mediterania timur," tambahnya.
Sabtu lalu, Erdogan memperingatkan Yunani untuk bersedia memulai pembicaraan mengenai konflik klaim teritorial Mediterania timur atau menghadapi konsekuensinya.
"Mereka akan memahami bahasa politik dan diplomasi, atau di lapangan dengan pengalaman yang menyakitkan," ujar Erdogan.
Pada Senin, seorang pejabat senior NATO bertemu dengan Menteri Pertahanan Turki, Hulusi Akar, dan pejabat militer senior di Ankara. Mereka membahas mengenai kebuntuan negosiasi dengan Yunani yang bertujuan untuk menghindari risiko perang terbuka di antara kedua sekutu tersebut.
Kementerian Pertahanan Turki menyatakan, dia menyampaikan kepada Ketua Komite Militer NATO, Jenderal Stuart Peach, bahwa Turki mendukung inisiatif NATO dengan mementingkan "dialog dan hubungan bertetangga yang baik" untuk penyelesaian masalah, tapi negara itu juga bertekad untuk melindungi hak-haknya di Mediterania timur.
Sementara itu di Athena, Menteri Luar Negeri Yunani, Nikos Dendias, mengatakan Turki adalah satu-satunya negara di kawasan itu yang mengancam tetangganya dengan perang, ketika mereka ingin menggunakan hak hukum mereka.
"Ini terang-terangan melanggar Piagam PBB," kata Dendias.
Dia menambahkan bahwa Turki memiliki pilihan yang jelas, yakni berdialog tanpa ancaman atau sanksi.
Sejak pertengahan 1970-an, Yunani dan Turki berada di ambang perang sebanyak tiga kali, termasuk atas hak eksplorasi di Laut Aegea.
Perselisihan yang meningkat saat ini bermula ketika Turki mengirim kapal penelitian seismik, Oruc Reis, disertai dengan kapal perang untuk mencari cadangan minyak dan gas di perairan antara Siprus dan Pulau Kreta, Yunani, yang diklaim Athena sebagai landas kontinennya. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul "Sengketa Migas dengan Turki, Yunani Perkuat Militer"