POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Samarinda menolak pra peradilan dua aktivis mahasiswa Samarinda, Kamis (17/12/2020).
Polresta Samarinda menetapkan Kedua mahasiswa WJ dan FR sebagai tersangka pasca unjuk rasa menolak UU Cipta kerja nomor 11 tahun 2020 atau yang biasa disebut omnibuslaw di depan pintu pagar DPRD Kaltim, 5 November 2020.
WJ dituduh melakukan penganiayaan kepada polisi yang berjaga setelah satu bukti penting yakni, visum korban muncul setelah mahasiswa semester akhir di Unmul itu ditetapkan sebagai tersangka, pada tanggal 6 November 2020 lalu atau sehari setelah penangkapan.
Padahal dalam WJ saat situasi spontan, disebut-sebut bukan satu-satunya yang melempar batu. Lembaran batu WJ diarahkan ke mobil water cannon yang sedang bergerak menghalau massa disertai tembakan gas air mata.
Sementara FR disangkakan membawa sajam jenis badik tanpa izin yang diakuinya kepada penasihat hukum (ph) pada saat itu dirinya ingin menghentikan tindakan penangkapan dan represi aparat kepada rekannya. Bukannya berhenti, dirinya turut dibawa polisi dan jadi bulan-bulanan hingga rambutnya dicukur paksa.
Menanggapi ditolaknya pra peradilan, PH WJ, Indra mengatakan polisi tak cukup bukti menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Seperti diketahui, dua alat bukti sah dan meyakinkan bisa menjerat pelaku sebagai tersangka.
"Syarat formil polisi menetapkan wj sebagai demonstran saat itu sama sekali tidak memenuhi. Namun hakim menganggap syarat administrasinya sudah cukup," ujar Indra seusai sidang putusan menerangkan.
Lebih lanjut kata dia, walaupun kecewa dengan putusan itu, dirinya tetap menghormati keputusan Hakim tunggal yang menolak pra peradilan dan segera bersiap masuk ke sidang perkara pokok.
"Kami siap dan saat ini menunggu sidang materi perkara pokok. Kami siap mengawal mahasiswa yang bertindak spontan saat demo menolak omnibuslaw di depan pintu pagar DPRD Kaltim," imbuhnya.
Sementara itu, di lokasi yang sama seusai sidang pra peradilan FR, selaku PH, Ignasius Bernard Marbun mengatakan hal sama.
Hakim hanya melihat, mempertimbangkan dan memutuskan dari dokumen administrasi termohon atau kepolisian. Namun tidak melihat secara dalam, dugaan kasus yang menimpa kliennya yang disebutnya ada indikasi dijebak dan kriminalisasi.
"Kami siap saja untuk masuk materi perkara pokok dan masih menunggu jadwal sidangnya," paparnya. (Redaksi Politikal - 001)