Kembali ke pembahasan awal, apabila seluruh partai yang dulu kontra mendukung Prabowo - Gibran ini akan memudahkan legislatif dan eksekutif bersinergi dalam mengeksekusi program-program yang dijanjikan selama kampanye.
Koalisi Indonesia Maju sebagai pengusung Prabowo/Gibran terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, serta partai yang tak lolos ambang batas parlemen: PSI, Gelora, dan Garuda.
Pergerakan partai yang masuk ke barisan pemerintah yang akan datang paling terlihat dari kubu Koalisi Perubahan sementara dari kubu 03 PDIP masih belum terlihat mendukung pemerintahan baru yang akan dipimpin Prabowo - Gibran ke depan.
Hasil Pemilu 2024 diperkirakan, Gerindra menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 86 orang, Golkar (102), NasDem (69), PKB (68), PAN (48), dan Demokrat mengirimkan 44 wakil di DPR RI. Total kursi koalisi tersebut menguasai 417 kursi atau 71,9 persen.
Adapun PDIP sebagai pemenang Pemilu 2024 diperkirakan menempatkan 110 wakilnya, sedangkan PKS sebanyak 53. Total kekuatan dua partai ini 163 kursi atau 28,1 persen dari 580 kursi di DPR RI.
Bergabungnya PKB dan NasDem dengan koalisi pemerintah akan dikukuhkan dengan rencana pertemuan dua partai tersebut dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Mei mendatang.
Ini akan jadi pertemuan pertama yang resmi antara NasDem dan PKB dengan KIM setelah Prabowo-Gibran resmi dinobatkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Kondisi ini benar-benar seusai dengan apa yang dikatakan Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid.
Setelah MK menolak semua gugatan pada 22 April, Nusron menyatakan akan ada banyak manuver politik.
Benar saja, tidak sampai 1 minggu, dua partai besar langsung mau berlabuh dengan pemerintahan Prabowo/Gibran.
Semua langkah politik antar ketua partai itu disebutkan demi menyelamatkan kepentingan bersama dan persatuan bangsa.
Tentu yang diketahui tidak semua kebijakan yang ditetapkan pemerintah menunjukan sikap keberpihakan kepada masyarakat, disinilah peran oposisi dalam pemerintahan mengkritik kebijakan penguasa agar dapat menunjukan keadilan bagi masyarakat bangsa dan negara bukan kepenting golongan maupun pribadi.
Rekonsiliasi tentu dibutuhkan oleh pemerintah untuk menyatukan kekuatan politik demi kebaikan bangsa, juga demi berjalannya program-program kerakyatan.
Namun bagi sebagian pihak, oposisi harus tetap memiliki tempat di tengah ingar-bingar politik demi terciptanya check and ballance.
Hal tersebut dikatakan pengamat politik Universitas Andalas Padang Asrinaldi. Dia menilai, PDI Perjuangan punya modal kuat memainkan peran oposisi karena punya pengalaman di zaman pemerintahan SBY.
PDI Perjuangan pun bisa menentukan mau menjadi oposisi yang keras atau hanya bersifat mengoreksi kebijakan pemerintah saja.
"Mungkin oposisi yang untuk mengoreksi, bukan berhadapan langsung. Jadi, membantu dengan cara menyeimbangkan pemerintahan nanti," kata dia.
Konsep keseimbangan ini dinilai Asrinaldi diperlukan agar jalannya roda pemerintahan tetap dapat diawasi oleh rakyat yang diwakili barisan oposisi.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Lili Romli.
Menurut dia, oposisi jangan dianggap sebagai batu penghalang roda pemerintahan. Oposisi justru harus dianggap sebagai pihak yang mengawal pemerintahan agar bisa berjalan dengan baik .
"Kalau semuanya masuk, ya wassalam, DPR betul-betul tidak memainkan peran," kata dia.
Dengan kehadiran oposisi ini, masyarakat tidak perlu pesimistis atas efektivitas jalannya roda pemerintahan.
(Redaksi)