POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Unjuk rasa mahasiswa dibubarkan paksa polisi di depan pintu pagar DPRD Kaltim, Kamis (5/11/2020).
Unjuk rasa mahasiswa dari aliansi Mahakam Kaltim itu medapat represi aparat kepolisian saat melakukan penolakan terhadap kebijakan pemerintah tentang Omnimbus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 2020 yang baru disahkan Presiden RI, Joko Widodo.
"Kami dari aliansi Mahakam Kaltim mengutuk keras tindakan brutalitas yang dilakukan aparat kepolisian terhadap masa aksi saat melakukan penolakan terhadap kebijakan Omnimbus. Kawan kami diculik, diinjak, diseret, dipukul, bahkan digundulin rambutnya tanpa adanya rasa kemanusiaan, sebagian banyak dari kawan kita juga masuk rumah sakit salah satu korban mengalami cidera patah tulang jari tengah,"ucap Humas Aksi Aliansi Mahakam Yohanes Richardo Nanga Wara, Kamis Malam.
Richardo sapaannya mengatakan, kebebasan berpendapat dan menyampaikan ekspresi telah dilindungi dan diatur oleh UUD 1945 pasal 28 E, karena unjuk rasa disebutnya memiliki tujuan jelas untuk masuk kedalam gedung rakyat sembari menggelar sidang rakyat
"Kami hanya ingin membacakan poin-poin klaster Omnimbus Law yang kami anggap bermasalah. Tapi kami justru dihadapkan dengan aparat yang seolah sebagai tameng, alat dari kekuasaan. Maka kami mendesak segera bebaskan 7 kawan kami yang ditahan dan ditangkap, karena menurut kami ini bentuk matinya demokrasi, matinya keadilan, matinya nurani wakil rakyat dan aparat kepolisian," tegasnya.
Sementara itu terpisah, Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Jatam Nasional, Muhammad Jamil, pengacara publik Jatam nasional mengatakan, Menanggapi aksi represif dari aparat, menyatakan tindakan aparat bertentangan dengan KUHAP serta PERKAPOLRI No.8/2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian dan PERKAPOLRI No.1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
"Polisi dilarang atau tidak boleh melakukan serangkaian kejahatan seperti penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia (massa aksi), jika melanggar tentu ada ancaman sanksinya" terang Jamil.