Dugaan Pungli Kepada Sopir Truk yang Antre di SPBU Samarinda Sampai ke Telinga Polisi
Kamis, 31 Maret 2022 17:53
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Dugaan pungutan liar kepada para sopir truk kontainer saat mengantre bbm subsidi di SPBU mendapat perhatian kepolisian. Aksi tersebut disebut para sopir yang enggan ditulis namanya itu mengaku kerap dipalak preman di SPBU Jalan Untung Suropati, dan gunung panggal Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, Kaltim. Mendapat kabar tersebut, Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Andika Dharma Sena menjelaskan saat ini pihaknya akan mendalami dugaan aksi premanisme tersebut. "Kalau saat ini kami belum menerima laporan resminya, tapi kami akan dalami kabar (pemalakan sopir truk) itu," kata Andika saat dikonfirmasi, Rabu (30/3/2022). Meski belum menerima laporan resmi, lanjut Andika, Korps Bhayangkara memiliki kewajiban melakukan penyelidikan awal. Sebab aksi premanisme jelas sebuah perbuatan yang mengancam ketertiban dan melanggar hukum pidana. "Pasti akan kami selidiki," tegasnya. Selain itu, Andika juga menyampaikan imbauan agar para sopir truk yang telah menjadi korban pemalakan bisa segera memberikan laporan resminya kepada kepolisian. "Kami juga mengimbau agar sopir yang pernah dipalak bisa segera memberikan laporannya kepada kami," tandasnya. Sebelumnya, salah satu sopir truk, sebut saja Ocid menjelaskan pungutan liar itu membuat dirinya dan rekan sejawadnya harus mengantre berjam-jam hingga berhari-hari. Antrean lama yang dialami Ocid disebabkan adanya mobil-mobil yang diperioritaskan menerabas antrean karena sudah membayar, karena sering disebut 'nyuntik' atau 'nembak'. "Untuk antre secara normal sopir juga dipungut biaya Rp 5 ribu. Uang itu diberikan kepada supir tangki BBM Solar, alasannya supaya mempercepat kedatangan, kalau pun terlambat uang itu untuk rokok dan minum supir tangki," kata Ocid saat di konfirmasi awak media belum lama ini. "Sedangkan untuk praktek 'nyuntik' atau 'nembak', supir dipungut biaya mulai dari Rp 20 Ribu hingga Rp 50 Ribu," bebernya. Dugaan kuat, para pengetap kerap beroperasi dan mengambil antrean para sopir dengan membayar para preman. (*)
Berita terkait