Gagal Ginjal Hantui Orangtua, Anggota DPRD Samarinda Awasi Peredaran Obat Sirup
Jumat, 21 Oktober 2022 19:53
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA – Penyakit gagal ginjal disebut – sebut saat ini menjadi fenomena yang mengkuatirkan. Telebih serangan penyakit banyak dialami kalangan anak – anak. DPRD Samarinda menyayangkan kasus gagal ginjal yang terjadi. Apalagi hal itu terjadi karena berasal dari obat-obatan sirup yang dikonsumsi. Untuk mengantisipasi obat jenis sirup tersebut, pemerintah melakukan pemeriksaan dan menyetop peredaran obat sirup yang diduga berpotensi menjadi penyebab gagal ginjal akut tersebut. Kepada awak media, anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda Damayanti mengatakan, pihaknya akan terus memantau keputusan dari pemerintah pusat untuk mengawasi peredaran obat-obat tersebut dan jangan sampai imbauan dari pusat untuk tidak mendistribusikan obat tersebut masih dilakukan atau di perjual belikan di apotek, toko dan swalayan. “Ke depannya harus segera dilakukan sidak kepada apotek atau toko obat, apakah masih menjual obat-obat yang dirasa berbahaya sehingga tidak beredar lagi di masyarakat,” kata Damayanti hari Jum’at (21/10/2022). Ia berharap apotek yang menjual obat atau para orang tua yang membeli obat, untuk anaknya dapat mengetahui merk obat mana saja yang dilarang peredarannya, sehingga kesehatan anak-anak dapat terjaga dan bisa berkonsultasi kepada dokter dalam melakukan penanganan kesehatan. Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia telah mengeluarkan imbauan agar penggunaan obat sirup bagi anak dihentikan sementara waktu. Kebijakan ini berdasarkan temuan 206 kasus gagal ginjal akut pada anak di bawah usia lima tahun di Indonesia. “Ini sangat disayangkan. Kenapa obat tersebut telah dipasarkan sejak lama, tetapi baru timbul isu seperti ini setelah adanya kejadian gagal ginjal,” imbuh Damayanti lagi. Lebih lanjut, Damayanti menyatakan, hal itu membuktikan jika selama ini pengawasan obat, khususnya dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) masih kurang maksimal. Sehingga, lanjutnya, menyebabkan ada sekitar kurang lebih 200 anak di Indonesia yang dilaporkan mengalami gangguan gagal ginjal dan hampir 100 anak meninggal akibat kasus tersebut. “Berarti proses pengawasan obat itu sangat kurang, mentang-mentang obat itu beredar kemudian sudah mendapatkan izin tidak dilakukan tindak lanjut lagi dalam pengawasan,” tegasnya. (Advetorial)
Berita terkait