Agus Amri juga menekankan, bahwa jika melihat apa yang dimohonkan paslon 01, rata–rata semua masuk dalam ranah Bawaslu, dan ini semua juga sudah putus saat di Bawaslu dengan dalil tidak cukup bukti.
“Dalam konteks ini sebetulnya sangat jauh kalau ke MK, salah kamar ini. Dan itu sudah terlambat kalau kita berbicara proses,” sebutnya.
Menurut Agus Amri hasil daripada ini, paling terbatas hanya di pemungutan suara ulang atau perhitungan suara ulang.
Jika hal ini terjadi, tentu hanya berlaku di beberapa tempat yang terbukti saja melakukan dugaan yang dimohonkan.
“Dari semua rangkaian yang ada kita sangat optimis menghadapi gugatan ini,” tandas Agus Amri.
Untuk diketahui, Paslon nomor urut 1, Isran Noor–Hadi Mulyadi mengajukan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP Kadal) yang telah teregistrasi di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 262/PHPU.GUB-XXIII/2025.
Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) MK juga sudah diumumkan secara terbuka, pada hari ini, Jumat (3/1/2025).
Terbitnya BRPK menjadi pertanda sidang sengketa pilkada dimulai.
Namun demikian, sebagai pihak terkait, paslon nomor urut 2 yakni Rudy Mas’ud–Seno Aji juga mengaku heran dengan permohonan sengketa yang diajukan pihak lawan.
Selain tanggapan dari Tim Kuasa Hukum, Juru Bicara (Jubir) Tim Pemenangan Rudy–Seno, Sudarno juga turut memberikan komentarannya.
Kepada media ini, Sudarno mengaku heran karena yang dilakukan Paslon 01 dianggapnya keliru. Selain perihal hasil, Sudarno juga menyebut kalau polemik dugaan politik uang yang turut dihembuskan Paslon 01 seharusnya telah diselesaikan di Bawaslu, bukan di MK.
“Money politik tinggal diuji, dilakukan tim atau orang–orang dibawah, tapi mekanismenya kan tinggal dilaporkan ke Bawaslu Kaltim. Itu juga ranah 01 dan Bawaslu,” ucap Sudarno.
Selain politik uang, Sudarno juga turut merespon isu dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang seharusnya memerlukan bukti konkret.
Selain tak menyertakan bukti konkret, Sudarno juga menyebut kalau Paslon 02 secara logika tak mempunyai perangkat untuk melakukan hal tersebut, apalagi hingga menyentuh hal birokrasi sampai ke para penyelenggara pemungutan suara.
Terlebih adanya tuduhan bahwa ada penyelenggara serta pihak aparatur pemerintahan yang “main” dalam Pilkada 2024, yang hal ini juga mesti butuh pembuktian.
“Kalau tuduhan menjadi TSM, itu juga menjadi absurd (aneh). Kami tak punya piranti melakukan TSM. KPU dan Bawaslu bukan orang kami, dan hampir semua kepala dinas (di OPD Kaltim) atau ASN, merupakan yang menjabat di masa incumbent, kami orang baru yang dianggap tak bisa apa–apa kan saat debat Pilkada lalu, kandidat kita juga tak kenal dengan ASN,” jelas Darno, sapaan akrabnya.
Terakhir, indikasi borong partai yang masuk dalam permohonan menjadi pelanggaran dan bisa menjadi bukti material juga aneh.
Hal ini tentu tidak menyalahi aturan, 01 juga diusung oleh 5 partai politik (parpol).