KI Kaltim Mediasi Sengketa Informasi Terkait Data APBD Pemkab Kutim
Rabu, 22 September 2021 6:23
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Ketua majelis hakim, Muhammad Khaidir, memutus sengketa informasi keterbukaan anggaran Pemkab Kutim selesai secara mediasi, Rabu (22/9/2021). Sengketa informasi yang bermula sejak enam bulan silam itu berawal tiga pemuda asal Sangatta, Kutai Timur. Ketiga orang itu yakni, Erwin Febrian Syuhada, 26 tahun, Junaidi Arifin, dan Syahrizal, 22 tahun melayangkan surat permohonan informasi kepada Bupati Kutim, cq Sekretaris Daerah Kutim dengan nomor surat 001/B/III/2021. Mereka memohon salinan dokumen APBD Kutim, baik murni, penjabaran, perubahan, dan realisasi dari 2018 hingga 2020. Termasuk pula di permohonan itu, salinan berkas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Seluruh berkas yang diminta berjumlah 18 dokumen. Adapun termohon adalah Pemkab Kutim. Sejak Maret, Syahrizal menjelaskan bahwa Pemkab Kutim tidak memberi tanggapan terhadap surat yang dilayangkan. Setelah menunggu selama sepuluh hari kerja, sesuai ketentuan Undang-Undang 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Syahrizal, menyebut ketiganya terus berupaya menunggu dan mendapatkan informasi yang diminta. Namun, hasilnya tetap tidak sesuai harapan. “Sementara bulan sudah berganti menjadi April,” ucapnya. Ketiganya lantas mengirimkan surat keberatan pada 6 April 2021. Masih beriktikad baik dengan menunggu balasan serta respon Pemkab Kutim. Tapi sampai waktunya, permohonan juga tidak ditanggapi. Perkara tersebut lantas dibawa ke KI Kaltim, 4 Juni 2021 dan dihadiri Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekkab Kutim, Suko Buono. Disana, Pemkab mengaku sepakat dan akan membuka informasi. “Tetapi saat disambangi satu minggu setelah sidang. Mereka hanya mau memberikan ringkasan saja. Hal ini tidak sesuai kesepakatan,” ujar Syahrizal lagi. Perkara lantas dibawa lagi dalam sidang mediasi yang berlangsung hari ini. Pada tahap ini, KI berfungsi sebagai mediator yang bertugas membantu para pihak dalam proses sengketa informasi tanpa menggunakan cara memutus atau memaksa sebuah penyelesaian. Sehingga proses sengketa diselesaikan secara damai dengan cara kesepakatan tertentu (Buku Saku Mediasi Sengketa Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, 2015, hlm 2-3). Ditemui usai sidang mediasi, Ketua Majelis Hakim, Muhammad Khaidir, menjelaskan berdasarkan Putusan No 011/REG-PSI/KI-Kaltim/VI/2021, persoalan antara Pemkab Kutim dan ketiga pemuda tersebut berhasil diselesaikan secara damai melalui kesepakatan. Terdapat setidaknya tujuh poin yang disepakati kedua belah pihak. Dia menjelaskan kedua belah pihak juga bersikap kooperatif. Meskipun demikian, berdasarkan Pasal 39 UU Keterbukaan Informasi Publik, Khaidir mengatakan, keputusan dari hasil kesepakatan bersifat final dan mengikat. “Jadi hasil mediasi itu tidak dibanding. Jika dalam putusan ini tidak diindahkan, maka persoalan akan diserahkan kepada kedua belah pihak,” terangnya. Sementara itu, Erwin Febrian Syuhada, mengaku bersyukur keputusan mediasi membenarkan tuntutan pihaknya. Pasalnya, gara-gara Bupati nonaktif, Ismunandar, tersandung kasus rasuah dari KPK pada 2020. Dia melihat keterbukaan informasi mengenai dana kas daerah saat ini dalam kondisi genting. Tertangkapnya Bupati menimbulkan keresahan dan skeptisisme masyarakat. Dimana dalam hal ini, transparansi anggaran berhubungan erat dengan persoalan maraknya kasus korupsi. “Kami semua pengen tahu, apasih akar masalah penangkapan itu ? Jadi, analisis harus dimulai dari alur penganggarannya, apalagi APBD itu seharusnya bersifat terbuka,” jelasnya saat ditemui di luar ruang sidang. Erwin berharap Pemkab bisa mematuhi kesepakatan yang ada dan bersikap terhadap dokumen anggaran. Dikonfirmasi awak media terpisah, Kasubag Bantuan Hukum Bagian Hukum Sekkab Kutim, Soleh Abidin menjelaskan, pada dasarnya Pemkab Kutim terbuka terhadap masyarakat sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik. Hanya saja, permintaan terhadap dokumen APBD harus menempuh prosedur tertentu dan memakan waktu. Pemkab menjunjung tinggi asas kehati-hatian. “Ada proses dan prosedur yang harus dilewati, mulai dari mendaftar dan sebagainya. Kita mengedepankan kehati-hatian, ada yang bisa diungkap dan tidak,” bebernya. Disisi lain dia menjelaskan, APBD Kutim belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketika berkas sudah diperiksa BPK, maka dokumen tersebut terbuka bagi masyarakat. “Kalau belum diaudit BPK maka belum bisa diberikan, kalau sudah bisa,” ungkapnya. Meskipun demikian, Soleh meyakinkan Pemkab akan melaksanakan isi putusan. Dia menjelaskan akan berkoordinasi dengan Sekertaris Daerah Pemkab Kutim dalam waktu dekat terkait pelaksanaan hal tersebut. Melihat persoalan tersebut, Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, mengaku heran dengan perspektif Pemkab Kutim. Pasalnya, Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dibidang advokasi dan pengawasan anggaran tersebut menjelaskan bahwa, berdasarkan Pasal 1 Ayat 3 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Informasi yang bersumber dari APBD dan APBN bersifat terbuka dan bukan informasi yang dikecualikan. Kemudian, berdasarkan Poin A dan E Pasal 3, APBD merupakan produk hukum yang sifatnya dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Alhasil, Buyung mengaku heran jika Pemkab berdalih tidak mengeluarkan dokumen APBD karena menunggu audit dari BPK. Menurutnya, alasan tersebut adalah upaya penghalang-halangan Pemkab untuk mendapatkan informasi publik. Pasalnya, APBD merupakan informasi yang seharusnya bersifat terbuka untuk diketahui publik. Buyung melihat Pemkab Kutim sudah jelas-jelas melanggar Pasal 52 UU KIP. Dimana pasal tersebut menyebutkan Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). “Pemkab Kutim sudah jelas menabrak beberapa aturan hukum keterbukaan informasi yang berlaku,” pungkas Buyung mengakhiri. (*)
Berita terkait