POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Ratusan mahasiswa kembali turun ke jalan, Rabu (21/10/2020).
Aksi demo dilangsungkan di depan pintu pagar kantor Gubernur Kaltim Jalan Gajah Mada, Samarinda.
Humas Aliasi Mahakam Menggugat, Muhammad Akbar mengatakan kali ini, aksi mahasiswa membawa draf tuntutan penolakan secara tertulis, seperti yang diinginkan Gubernur Kaltim kala penyampaiannya di kantor DPRD saat mahasiswa ngeluruk ke karang paci.
"Tuntutan kami masih sama yakni, omnibus law UU Cipta Kerja dicabut," ujar Akbar sapaannya disela - sela unjuk rasa mahasiswa.
Mahasiswa Teknik Unmul semester sembilan itu beralasan, UU sapu jagad itu dinilai akan menyengsarakan kaum pekerja ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (phk).
Artinya lanjut dia, tak ada jamianan sosial yang dijamin dari UU tersebut lantaran menyerahkan mekanisme urusan sepenuh kepada perusahaan.
"Kerja seumur hidup hanya diberikan pesangon Rp 200 ribu," imbuhnya.
Terdapat 11 kluster dalam draf yang sempat dikaji dan disebutnya, UU itu belum sepenuhnya dikaji bersama lantaran waktu yang mepet.
Karena itu, komite aksi mahasiswa yang tergabung dalam AMM itu meminta gubernur Kaltim, Isran Noor atas nama pemrov ikut menolak uu cika bersama mahasiswa yang berdemo.
"Gubernur dan Wagub dipilih masyarakat kaltim melalui pemilu, jika keduanya menolak tuntutan kami, maka pemprov menghianati rakyat yang memilihnya," timpalnya.
Mahasiswa bakal terus terus bertahan berdemo walaupun ada ancaman refresif.
Setelah bertahan hingga sore, mahasiswa pun ditemui Wagub, Hadi Mulyadi.
Setelah nota kesepaham bersama diterima Wagub, pemprov Kaltim atas nama Isran Noor selaku Gubernur membalas draf mahasiswa dengan surat secara resmi dengan nomor 100/6281/B.PPOD-I yang bersifat penting ditujukan kepada presiden RI, Joko Widodo.
Selain menyampaikan aspirasi dengan cara orasi, sikap penolakan mahasiswa juga ditunjukkan dengan menggunakan spanduk dan poster.
Hal senada juga disampaikan salah orator di mobil komando, Darman. Ia mengatakan UU Ciptaker dirumuskan dengan cara tidak partisipatif dan sangat tertutup.
UU itu syarat dengan kepentingan pengusaha dan sistem kebut dalam pengesehannya dan mengabaikan persoalan wabah yang tengah melanda tanah air.
Selain itu dirinya mengecam segala bentuk aksi kekerasan yang dilakukan aparat dan preman saat demonstrasi menolak UU Cika dipelbagai daerah.
"Baik partai yang setuju UU Cika dan yang menolak sama saja, mereka tetap melanggengkan penjajahan gaya baru," tandasnya.
( Redaksi Politikal - 001 )