Sabtu, 23 November 2024

Netizen Sebut Kontraktor RS Korpri Bermasalah, Komisi III Baru Dengar Kabar dan Segera Panggil Pejabat Terkait

Kamis, 23 September 2021 8:35

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Polemik Rumah Sakit (RS) Korpri terus mendapat sorotan publik. Tak hanya itu saja. Pandangan kritis juga mengemuka di tataran legislatif. Seperti diketahui, untuk awal rencana pembangunan digawangi Komisi III DPRD Kaltim, berlanjut ketika sudah serah terima bangunan ke aset Pemprov, menjadi domain pengawasan Komisi II. PT TPK disebut-sebut pernah memiliki riwayat masalah yaitu OTT Polda Sumut. Tidak hanya lokasi pembangunan yang berpotensi banjir, namun publik juga mempertanyakan status kontraktor yang membangun proyek pembangunan tersebut. Dengan nama akun Polik Danag yang disebarkan ke grup Facebook Bubuhan Samarinda. Menganggap kontraktor yang bersangkutan, membangun RS Korpri itu memiliki permasalahan hukum di luar pulau Kalimantan. Permasalah itu terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) Polda Sumatera Utara pada tahun 2020. Kasus tersebut berupa proyek pembangunan pembangunan gedung D, RSUD Rantauprapat, di bawah PT TPK pada 2019. Pada kasus tersebut menyeret Plt Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Labuhanbatu nonaktif, Paisal Purba, divonis 1 tahun penjara. Dia dinyatakan bersalah melakukan pungli terkait proyek pembangunan gedung D RSUD Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, tender proyek Konstruksi rehabilitasi jaringan irigasi D.I Pijenan atau Kamijoro juga dianggap bermasalah. Tender proyek yang sumber dananya dari DAK sebesar Rp 17,2 miliar itu dimenangkan oleh kontraktor yang turut membangun RS Korpri di Sempaja Kota Samarinda. Menariknya penawaran pemenang sebesar Rp 12,9 miliar atau di bawah 75 persen. Padahal, sebelumnya BLP mengumumkan pemenang untuk proyek milik Bina Marga dengan penawaran seluruhnya di atas 90 persen. Sesuai tahapan proses tender saat itu, memasuki tahap penandatanganan kontrak pada tanggal 19 Maret sampai 26 April. Namun belum ada penandatanganan kontrak proyek tersebut tiba-tiba dimenangkan kontraktor tersebut. Menanggapi hal tersebut Komisi III DPRD Kaltim buka suara. Melalui Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim H. Baba, mengatakan baru mendengar kabar tersebut dari awak media. Rencananya jika memang hal tersebut benar-benar terjadi, pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut. Sementara untuk menentukan proyek di Kalimantan Timur memerlukan regulasi yang ketat. Bahkan sebelum penetapan ataupun memutuskan hasil tender, pihak ULP akan melihat rekam jejak perusahaan tersebut. "Tentu harus dilihat, perusahaan itu blacklist atau tidak. Di Website terdaftar kok itu, blacklist atau tidak," ujarnya Namun, ia berharap proyek tersebut berjalan lancar tidak ada masalah. Sebab tidak ada regulasi pemberhentian kontrak setelah pembangunan berlangsung. "Kalau sudah berjalan kontrak kami enggak bisa. Tapi kita harus berhati-hati mengawasinya, kalau hasilnya ingin sesuai dengan keinginan. Kami enggak bisa memanggil (Pokja ULP) atau apa, tapi nanti kami akan komunikasi dulu sama pejabatnya" tukas Baba. Sementara itu, upaya mehubungi nomor kantor PT TPK yang tertera di dunia maya tidak dapat dihubungi. Namun upaya konfirmasi akan terus dilakukan sebagai langkah media ini melakukan konfirmasi dan mendapat klarifikasi dari perusahaan asal Kota Bandung tersebut. Kualitas dari bangunan yang rencananya bakal dibangun tiga tingkat itu bisa optimal untuk pelayanan masyarakat. Semua pihak menginginkan infrastruktur terbaik sebagai salah satu tanggung jawab pemerintah terutama provinsi untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat agar optimal. Namun jika catatan hitam kontraktor tersebut tidak menjadi pertimbangan kembali. Maka akan menjadi catatan buruk bagi publik dimana seleksi lembaga terkait tidak benar - benar dilakukan dengan sistem yang ketat. (*)
Tag berita:
Berita terkait