POLITIKAL.ID - Pemerintah akan menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen per Januari 2025.
Hal ini lantas mendapat banyak reaksi dari berbagai pihak. Tak sedikit juga yang menyuarakan penolakkan.
Terkait kenaikan PPN menjadi 12 persen, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hanya melaksanakan amanat Undang-undang.
"Prinsipnya begini, presiden itu kan disumpah untuk menjalankan undang-undang. Nah, terkait dengan apa pun yang dilakukan dan diperintahkan oleh undang-undang, maka saya pikir kewajiban pemerintah untuk bisa melaksanakannya," kata Bahlil ditemui di Pos Pengamatan Gunung Merapi, Sleman, DIY, Minggu (29/12/2024).
Lebih lanjut Bahlil mengatakan, kenaikan tarif PPN merupakan amanat dari Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan DPR dan pemerintah sejak 2021 silam.
"Khusus PPN, memang undang-undang itu tahun 2021 dibuat," tegas Menteri ESDM tersebut.
Bahlil bilang melalui UU HPP telah disepakati bahwa tarif PPN naik secara bertahap naik mulai 2022 menjadi 11 persen dan dalam menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Bahlil menegaskan Prabowo menyadari pengaruh kenaikan PPN terhadap kehidupan masyarakat, sehingga pemerintah mencari jalan tengah. Alhasil, lanjut dia, PPN 12 persen ini hanya akan menyasar barang-barang kategori mewah saja.
"Maka yang 12 persen itu yang barang-barang mewah saja, tetapi kalau yang menjadi kebutuhan rakyat dan sifatnya produk lokal itu tidak dikenakan 12 persen, artinya PPN-nya tetap 11 persen," katanya.
"Tapi kalau beli mobil, barang-barang yang mahal, itu dikenakan 12 persen," ujarnya.
(*)