PH Pelapor Harap Kejari Berkordinasi dengan Penyidik Setelah Menerima SPDP Kasus Dugaan Penipuan Cek Kosong
Jumat, 24 September 2021 23:57
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Melalui Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan penipuan cek kosong Hasanuddin Mas'ud dan Nurfadiah menjadi pantauan Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda. Penasihat hukum (PH) Irma suryani (pelapor) Jumintar Napitupulu mengatakan, dilayangkannya SPDP ke Kejari sudah tentu menjadi perhatian lembaga tersebut dan Kepolisian Samarinda untuk segera menyelesaikan kasus tersebut hingga tuntas. "Dengan SPDP masuk atau diterima Kejari seharusnya jadi dasar bagi Kejaksaan, untuk melakukan kordinasi dengan penyidik," ucapnya. Dengan begitu kata Juna sapaan Jumintar itu mengharapkan, ada progres perkembangan kasus dugaan penipuan cek kosong yang merugikan kliennya senilai Rp 2,7 miliar. Sebab, secara tersurat, kedua lembaga itu mesti bersinergi untuk membuka kebenaran. "Harapan kami hal itu seharusnya dilakukan oleh Kejaksaan dengan memanggil penyidik dalam bentuk kordinasi. Hasil kordinasi tersebut dapat jadi penerang atas perkara ini," imbuhnya. Seperti diketahui, kasus dugaan cek kosong Hasanuddin Mas'ud dan Nurfadiah belum memperlihatkan tanda - tanda perkembangan yang signifikan dari penyidik Polresta Samarinda. Seperti diketahui, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah dilayangkan Polresta Samarinda kepada Kejari. "Kami tegaskan, ini masih bersifat SPDP yang ditembuskan kepada kami. Seluruh ranah hukumnya sesuai ketentuan KUHAP masih ranah penyidik," ujar Kasi Intelejen Kejari Samarinda, Mohammad Mahdi beberapa hari lalu. Untuk mendetailkan terkait penanganan perkara dan langkah - langkahnya lanjut Mahdi sapaannya itu menjadi kewenangan penyidik. "Penyidik nanti yang detailkan, setelah dokumen tahap 1 dari penyidik diserahkan ke kami, maka penelitian bisa dilakukan. Setelah sudah melalui proses tersebut barulah Kejari mengumumkan penanganan. Kalau proses penyidik selesai, kami juga selesai, baru kami bisa infokan," paparnya. Dengan begitu Kejari belum bisa menyajikan data - data lantaran proses hukum masih ditangani penyidik. Disinggung tentang proses waktu perkembangan lanjutan kasus tersebut, dalam setiap penanganan perkara waktu bersifat tentatif. Ada penanganan yang dinilai dianggap mudah. Secara prosedural kata dia, dalam penanganan kasus penyidikan ada istilah acara pemeriksaan cepat, singkat dan biasa. "Jadi semua dilihat dari klasifikasi perkaranya. Dengan penyidik mengirimkan SPDP kepada kami. Kami membantu melakukan pemantauan," ungkapnya. Dalam hal ini, dokumen tahap satu kepada Kejari disebutnya tidak bisa terburu-buru sebelum dua alat bukti terpenuhi. "Fokus penyidik kan mencari dua alat bukti dulu. Kalau sudah lengkap dokumennya diserahkan kami, lanjut kami melaksanakan tahap 1 untuk diteliti. Apakah dua alat bukti itu lengkap. Lanjut pengembangan kasus itu kami lakukan," pungkasnya. (*) Sebagai informasi, kasus pidana tersebut dilaporkan Irma Suryani seorang pengusaha Samarinda. Bermula dari bisnis solar laut dimana Irma memberikan uang senilai Rp 2,7 miliar kepada Nurfaidiah. Namun setelah bisnis berjalan, sesuai perjanjian 3 bulan belum juga dikembalikan. Berjalannya waktu, Hasanuddin Mas'ud dan Nurfaidah memberikan cek untuk pelunasan piutang tersebut. Namun setelah cek diterima, uang Rp 2,7 miliar tidak dapat dicairkan bahkan setelah tiga kali proses kliring. Dari keterangan bank bertuliskan saldo tidak cukup. Dari kondisi tersebutlah, Irma didampingi penasihat hukumnya, Jumintar Napitupulu melaporkan tindak pidana penipuan, pasal 378.
Berita terkait