Soal Pergantian Ketua DPRD Kaltim Makin Memanas, Aliansi Ormas Nyatakan Sikap Menolak
Kamis, 4 November 2021 6:16
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Konstalasi politik Kaltim kian memanas. Hal itu lantaran polemik pergantian Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Makmur HAPK ke Hasanuddin Mas’ud disetujui 24 anggota DPRD Kaltim dan 16 orang secara virtual. Panasnya atmosfer politik di sidang DPRD Kaltim pun membuat Fraksi Gerindra memilih walkout, sebelum putusan PAw dari DPP dibacakan dan pada gilirannya, menggelinding ke publik. Informasi yang dihimpun, gugatan atas hal tersebut masih berjalan di Pengadilan Negeri Samarinda. Bahkan beberapa sebagian kalangan menganggap pembacaan pergantian di sidang paripurna ke 25 yang dilakukan DPRD Kaltim Hari Selasa (2/11) lalu adalah hal yang salah, lantaran telah memutuskan sesuatu tanpa memoertimbangkan proses hukum yang diajukan Makmur HAPK di PN. Hal ini pun mendapatkan kritisi dari Aliansi Pimpinan Ormas Daerah (Aorda). Ketua umum Aorda, Mohammad Djailani. Dalam sikapnya ia menyampaikan rapat paripurna yang digelar adalah cacat hukum. Pasalnya, dirinya menyebutkan cacat hukum itu karena perihal rapat paripurna yang memutuskan pergantian Makmur HAPK ke Hasanuddin Mas’ud. “Itu gugatan saat ini masih dalam proses gugatan di pengadilan negeri Samarinda. Bahkan nomor gugatannya pun sudah ada,” ungkap Djalani sapaan akrabnya. Kamis (4/11/2021). “Gugatan itu juga belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap, tapi dewan ni sudah memutuskan untuk pergantian,” sambungnya. Atas dasar itu, Djailani menyampaikan agar pimpinan daerah dalam hal ini yakni, Gubernur Kaltim harus bijak dalam mengambil keputusan. Pasalnya, usulan pergantian ketua DPRD Kaltim nantinya akan diserahkan kepada Gubernur Kaltim dan diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Jadi, kami minta kepada Gubernur Kaltim, dan juga Mendagri untuk tidak memproses dan menindaklanjuti pengusulan pergantian ketua DPRD Kaltim sampai adanya putusan berkekuatan hukum tetap (Inkracht),” jelasnya. Djailani juga menegaskan hingga saat ini Makmur HAPK masih menjadi Ketua DPRD Kaltim yang sah. Dengan itu pula melekat seluruh kewajiban dan hak-hak kepada Makmur HAPK. Ia sampaikan, hal ini perlu dilakukan agar memberikan pelajaran politik dan hukum yang baik kepada masyarakat. "Agar, sebuah lembaga bisa melakukan proses sesuai dengan aturan yang ada. DPRD sebaiknya memberikan contoh yang baik bagaimana memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan hukum," imbuhnya. Sementara itu sebelumnya, Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menganggap bahwa keputusan paripurna untuk melanjutkan proses pergantian ketua DPRD itu, pertanda politik lebih dominan dibanding hukum. "Mereka itu kan disumpah untuk menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan. Lantas bagaimana mungkin mereka melepeh sumpah itu dengan mendahulukan nafsu politik dibanding aturan hukum?," ujar Castro, Rabu (3/11/2021). Menurut dosen Fakultas Hukum Unmul itu lagi, sifat putusan mahkamah partai itu kan tidak final dan mengikat, jadi tidak bisa diproses sebelum berkekuatan hukum tetap melalui putusan pengadilan. Satu-satunya putusan partai yang final dan mengikat adalah soal kepengurusan sebagaimana disebut di Pasal 32 ayat (5) UU 2/2011. Jadi selama masih ada upaya hukum yang dilalukan pihak yang keberatan dengan putusan mahkamah partai, maka putusan itu belum bisa dieksekusi," "Ini jelas kemunduran cara berpikir anggota DPRD yang tidak layak ditonton publik," sambungnya. Pria yang kerap disapa Castro menjelaskan contoh kongkritnya kasus Fahri Hamzah yang dipecat PKS di DPR-RI, atau kasus Viani Limardi yang dipecat PSI di DPRD DKI. Usulan pergantiannya tidak bisa langsung dieksekusi, sebelum upaya hukum di pengadilan clear. "Jadi seharusnya DPRD secara kelembagaan taat terhadap hukum, bukan tunduk terhadap kepentingan golongan. Yang lebih aneh lagi, ada anggota DPRD yang goyah iman-nya hanya karena desakan kelompok tertentu. Itu kan konyol namanya," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, sebelumnya bentrokan antar kubu Makmur HAPK dan Golkar Kaltim beberapa bulan lalu terjadi. Massa pendukung Makmur yang menolak PAw melakukan aksi damai dengan berorasi. Massa yang berkumpul di dalam pagar kantor Golkar Jalan Mulawarman Samarinda merangsek dan mengejar pendukung Makmur sebelum baku hantam terjadi. Polisi yang berjaga tak bisa berbuat banyak lantaran berjumlah sedikit. (*)
Berita terkait