Soal Pergub 49 TA. 2020, DPRD Kaltim Wacanakan Hak Interpelasi ke Gubernur
Kamis, 10 Juni 2021 6:16
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Pergub nomor 49 tahun 2020 dinilai mengganggu program yang telah ada di kabupaten atau kota se Kaltim. Daerah yang menerima bankeu disebut-sebut kebingungan untuk menggabungkan program yang dianggaran kecil menjadi total Rp2,5 miliar. Akibatnya, sampai saat ini tidak semua program dijalankan yang bersumber dari bantuan keuangan. "Kabupaten atau kota penerima bankeu bingung program yang awalnya kecil-kecil harus digabung minimal Rp2,5 miliar sehingga belum ada yang dilaksanakan di semua kabupaten dan kota," ujar Anggota DPRD Kaltim, Sutomo Jabir, Kamis (10/6/2021). Bukan tanpa langkah, Sutomo Jabir mengungkap pihaknya di Komisi II DPRD Kaltim telah beberapa kali berkoordinasi dengan pihak Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim. Namun pihak TAPD yang diketuai Sekdaprov Kaltim, tidak bisa memberikan solusi. Tidak berhenti sampai di situ, Komisi II juga berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Jawaban kementerian Kaltim satu-satunya provinsi yang melakukan pematokan bankeu. "Kami juga tidak mengerti apa dasar dan pertimbangan adanya pembatasan itu, bahkan kami juga sudah konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri, Kaltim satu-satunya provinsi yang melakukan pembatasan bankeu minimal Rp2,5 miliar," imbuhnya. Politisi PKB itu berharap pimpinan di DPRD Kaltim mengundang gubernur Kaltim untuk rapat koordinasi terkait penerbitan pergub tersebut. Bahkan, jika pelaksanaan Pergub nomor 49 tahun 2020 itu ke depannya dinilai fatal dan berdampak luas kepada masyarakat, DPRD Kaltim bisa saja menggunakan hak interpelasi atau hak angket, yang sudah diatur dalam undang-undang. "Kalau dinilai fatal dan efeknya berdampak luas ke masyarakat, kami bisa menggunakan hak interpelasi atau hak angket sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan," bebernya. Per 24 Agustus 2020 tahun lalu, gubernur Kaltim menerbitkan Pergub nomor 49 Tahun 2020. Isinya mengenai tata cara pemberian, penyaluran, dan pertanggung jawaban belanja bantuan keuangan pemerintah daerah. Pergub inipun dinilai Komisi II DPRD Kaltim itu mangganggu serapan pembangunan di daerah, pasalnya dengan terbitnya pergub ini usulan kegiatan minimal Rp2,5 miliar. Hal itu diatur dalam pasal 5 ayat 4, berisi besaran bantuan keuangan minimal Rp2,5 miliar per paket kegiatan. Ia menerangkan tidak hanya mengganggu program bankeu yang diusulkan kabupaten dan kota. Pergub tersebut juga berpotensi menghambat program pokok pikiran anggota dewan kepada konstituennya. "Pasti mengganggu karena usulan masyarakat tidak selamanya besar-besar sampai 2,5 miliar. Apalagi kalau dalam bentuk kelompok tani atau kelompok nelayan yang jumlahnya terbatas," tandasnya. (*)
Berita terkait